When you think
that you're loved by a woman so deep,
well you're right.
That woman is me.
When you think
that someone's missing you so bad,
then you're right.
That someone is me.
When you think
that somebody's longing to be with you so desperately,
no doubt you're right.
That somebody is me.
Sadly, for you
that somebody, that someone, that woman
is nobody.
And nobody is me.
***
(Bety Sanjaya)
http://twimagination.com/cezk
Friday, March 15, 2013
Monday, March 11, 2013
Who Killed Nina Williams?
source pinterest |
“Seorang
wanita muda, berkisar 20-25 tahunan. Tidak ditemukan identitas apapun, hanya
sebuah mobil sedan hitam terparkir di tepi jalan,” jelas Dante singkat ketika
aku tiba di lokasi kejadian.
“Tyra sudah
datang?” tanyaku.
“Dia sedang
memeriksa,” jawab Dante lagi.
Aku
mendapati seorang wanita muda cantik sibuk membalikkan tubuh korban dan melepas
sebuah pengukur suhu.
“COD-nya?” aku
bertanya tentang penyebab kematian korban sambil ikut berjongkok di samping
Tyra.
“Sejauh ini
aku belum bisa memastikan karena ada beberapa kejanggalan. Kau lihat ini…” Tyra
membalikkan tubuh korban, terlihat warna merah terang pada bagian bawah
tubuhnya.
“Keracunan
karbon monoksida,” jawabku.
“Ya. Dan
kekakuannya sudah sampai pada bagian kaki. Artinya dia sudah meninggal sekitar...”
“Empat
sampai enam jam yang lalu,” jawabku lagi.
“Lalu apa
yang janggal dari mayat ini?”
“Ini,” Tyra
memperlihatkan sebuah botol kecil. Di dalamnya berisi dua ekor belatung.
“Bagaimana
bisa…” Aku tercekat kaget. Daerah tempat ditemukan mayat adalah hutan kecil
yang berhawa dingin. Suhu sekitar yang rendah tidak memungkinkan terjadinya
proses pembusukan dengan cepat.
“Aku
menemukannya di sekitar daerah kemaluan.” Tyra bangkit dan menyerahkan botol
berisi belatung ke tanganku.
Aku meraih
botol kaca silinder yang disodorkan Tyra dan mengamati dua mahluk yang
menggeliat di dalamnya. Sungguh aneh.
Sambil
memegang botol tersebut aku memperhatikan si mayat. Cantik juga parasnya.
Wanita itu mengenakan jubah tidur berwarna hijau emerald, begitu cocok dengan
kulitnya yang sekarang berwarna putih pucat. Jubahnya terangkat menunjukkan
bagian bawah tubuhnya yang mulus dan kaki indahnya yang jenjang, terbalut high
heels berwarna maroon.
Rambut
wanita itu bergelombang. Kupikir rambut pirangnya adalah hasil cat. Semburat
cokelat terang rambutnya ikut membingkai wajahnya yang lebam berwarna merah
cherry. Matanya membelalak terbuka, seolah-olah menunjukkan bahwa ia tahu apa
yang akan terjadi dan pasrah pada apapun yang menimpanya.
Racun karbon
monoksida. Tapi bisa juga sianida. Belatung dalam kemaluan. Harus benar-benar
dipastikan.
Aku
menyimpan botol itu dalam kantung jaketku, dan membiarkan Tyra memeriksa
kembali si mayat bersama tim yang lainnya. Dengan telunjuk aku memberi isyarat
pada Dante.
Dante
mengikuti langkahku menelusuri pepohonan lebat menuju jalan, tempat
terparkirnya sebuah Mercedes berwarna hitam. Aku memalingkan kepala melewati
bahu Dante dan melihat sebagian Woodbridge Manor yang terlihat menyembul dari
pucuk-pucuk pohon.
Pagi itu
dingin dan cerah. Sisa-sisa musim dingin seakan membekukan daun-daun yang
rontok di tanah. Injakan sepatu kami berdua menimbulkan bunyi berderap. Aku
merapatkan jaket woolku untuk mengusir udara dingin.
“Jadi sudah
mendapatkan apa di dalam sana?” Aku menggerakkan daguku mengarah ke mobil di
depan kami.
“Ada sedikit
sisa-sisa tequila di jok, dashboard, dan tanah dekat pintu mobil,” jawab Dante.
“Muntah?”
“Ya.”
“Pastikan,
kemungkinan muntah karena keracunan karbon monoksida atau memang seseorang
telah berpesta terlalu liar.” Aku mengucapkan sungguh-sungguh pada Dante. Ini
benar-benar harus dipastikan, kematian karena unsur kesengajaan atau bukan.
“Lalu ada
apa lagi?” tanyaku sambil meneliti ke setiap bagian dalam Mercedes.
“Aku
menemukan ini,” Dante menunjukkan selembar kertas nikotin yang biasa
ditempelkan di lengan sebagai pengganti rokok. “Berada tidak jauh dari
pepohonan menuju jalan.”
“Tidak ada
tanda kalau perempuan itu menggunakan kertas nikotin. Artinya ada orang lain
bersamanya, mungkin saja itu pembunuhnya. Bawa itu segera ke laboratorium, biar
kita tahu siapa pemakai kertas nikotin itu.” Dante segera berlalu membawa
barang bukti baru.
Aku berjalan
mengitari lokasi ditemukannya mayat. Ada beberapa jejak yang sengaja dihapus,
bahkan ada jalur aneh yang kuperkirakan adalah jejak jalur ban sebuah sepeda
yang mengarah ke jalan seberang, sebuah jalan kecil yang tembus ke jalan besar
lainnya. Tidak salah lagi ada seseorang bersama perempuan itu yang mungkin
adalah si pembunuh dan sudah merencanakan semua ini sebelumnya.
Yang
mengganggu pikiranku adalah belatung-belatung yang ditemukan di kemaluan sang
korban. Butuh setidaknya tiga sampe lima hari agar terjadi pembusukan sehingga
memungkinkan pembiakan larva pada mayat itupun jika udara sekitar panas
sehingga mempercepat proses pembusukan. Sedangkan suhu di hutan ini sangat
rendah. Setidaknya butuh delapan sampai dua belas hari baru mayat akan
mengalami proses pembusukan di tempat ini.
Aku
menyusuri jalan kecil demi mengikuti kemana arah jalur sepeda itu pergi. Dan
berhenti ketika tiba di jalan besar yang terhubung dengan jalan utama yang
biasa dilalui kendaraan. Pinggiran jalan bahkan tertutup dengan ilalang tinggi.
Jalan ini jarang digunakan mungkin karena arahnya yang tersembunyi. Aku
berbalik hendak mengambil mobil tapi mendadak berhenti ketika mataku menangkap
pantulan kilau dari balik rerumputan.
Sebuah
sepeda dengan ban yang bocor. Dari detail bannya aku memastikan ini adalah
sepeda yang sama dengan yang berada di lokasi tidak jauh dari ditemukannya
mayat.
Aku
mengambil ponselku dan menekan tombol panggilan cepat.
“Jika kau
cukup jeli, kau akan menemukan jejak jalur ban sebuah sepeda yang mengarah ke
jalan seberang, sebuah jalan kecil yang tembus ke jalan besar lainnya. Temui
aku secepatnya.”
Aku menutup
telepon dan kembali mengamati benda yang teronggok di depanku. Jenis sepeda
gunung. Masih cukup tangguh. Sayang bannya tidak dijaga sehingga aus dan bocor.
Aku mengambil kamera saku dan memotretnya.
Sesungguhnya
aku masih penasaran dengan jalan kecil ini, sebenarnya untuk apa dia ada? Apa
hanya sekadar jalur trek untuk lintas alam? Yang aku bisa simpulkan, jika
ditelusuri jalan besar ini akan menuju jalan utama di satu sisinya, sementara
di sisi lain kemungkinan mengarah ke Woodbridge Manor.
Aku
mendengar derap sepatu mendekat. Langkahnya ringan, seorang wanita. Aku menatap
arlojiku. Butuh waktu sekitar lima menit untuk Tyra sampai di lokasiku saat ini.
Tidak buruk.
“Apa ini?”
tanyanya sambil berjongkok di samping sepeda.
“Kau belum
pernah melihat benda seperti ini?” jawabku sedikit mengejek.
“Belum,” jawabnya
berpura-pura ketus. Bahkan dengan wajah memerah dikelilingi kepul udara yang
berasal dari napas memburu seperti itu Tyra masih tampak cantik.
“Kau harus
mulai memperhatikan dunia nyata dengan lebih teliti, Tyra. Bagaimana mungkin
kau bisa melewatkan detil penting seperti ini.”
“Kupikir
tugasku jelas, aku berkencan dengan wanita itu.”
“Jadi ini
kelalaian Dante?”
“Jadi sepeda
ini ada di sini bukan kebetulan.” Tyra membalikkan pembicaraan kami ke
jalurnya. “Lalu kenapa dia ada di sini.”
“Perhatikan
bannya.”
“Ya. Bannya
memiliki alur yang sama dengan jalur yang terbentuk di tanah sepanjang jalan
yang kulalui tadi. Kau tenang saja, aku tidak merusak jejaknya. Aku sudah
meminta Emil mengikutiku.”
Emil adalah
juru foto biro. Dia selalu tahu apa yang harus dia lakukan dengan alat
tempurnya.
“Sebaiknya
kita telusuri jalan ini ke sisi satunya. Kali ini pasang matamu, Tyra.”
Tyra
menggendikkan bahunya dan merapatkan rompinya. Lalu mengikutiku menelusuri
jalan besar ke arah Woodbridge Manor.
“Jadi apa
saja yang kau dapat dari hasil kencanmu dengan wanita itu?”
Tyra
menghela napas panjang, ada sedikit ketegangan dalam dirinya tiap kali
mengungkap hasil kematian dari seseorang. Padahal sudah lima tahun dia menjadi
ahli forensik .
“Kau ingat
kejanggalan-kejanggalan di tubuh wanita itu kan?”
Aku
mengangguk kecil.
“Lebamnya
yang tidak sesuai dengan posisi tubuh, menunjukkan kalo dia di bunuh di suatu
tempat kemudian dipindahkan ke tanah. Wanita itu juga dibunuh dengan sadis.
Selain keracunan karbon monoksida sesuai dengan hasil uji racun dia juga
dicekik aku menemukan tanda petekhie di area mata.” Lagi Tyra menghembuskan
napas panjang. Tubuhnya sedikit gemetar melawan suhu udara yang dingin,
sesekali dia menggosokkan tangannya yang berbalut sarung tangan tebal.
“Lalu
belatung-belatung itu? Apakah ada tanda-tanda kekerasan seksual?” Kami tiba di
ujung jalan, tidak ada tanda-tanda atau jalur aneh yang bisa merujuk ke sebuah
bukti lagi.
“Itu adalah
larva musca domestica,”
“Lalat
rumah?”
“Ya, lalat
rumah. Kau mau mendengar tebakanku kenapa...” Kami sudah kembali ke mobil
ketika Emil menyapa dan memotong kalimat Tyra.
“Disana
kalian rupanya. Aku sudah memotret cukup banyak,” Emil menunjukkan sebagian
hasil jepretannya. Hanya berkisar pada alur ban dan sepeda gunung tersebut.
“Kita
kembali ke markas,” perintahku. Tyra memilih semobil denganku, sedangkan Emil
kembali dengan mobilnya.
“Jadi apa
tebakanmu?” Tagihku pada kata-katanya tadi yang sempat terpotong.
“Sebenarnya
ini belum bisa dipastikan karena aku hanya asal menebak. Tapi kira-kira begini,
lalat rumah itu secara tidak sengaja berada dalam mobil. Kau tahu kan lalat
dewasa bisa hidup aktif saat suhu panas dan suhu dalam mobil saat itu mungkin
sekitar 28-32,5°C tempat yang baik untuk berkembang biak.”
“Artinya
wanita itu dibunuh dalam mobil, dibiarkan disana beberapa jam kemudian
dipindahkan ke dalam hutan,” aku ikut menebak.
“Kira-kira
seperti itu. Semua untuk mengacaukan...”
“Waktu
kematian si korban,” aku memotong kalimat pamungkas Tyra.
Cekikan pada
leher. Karbon monoksida. Larva musca domestica. Aku memutar otak, mana yang
dengan yakin bisa ditegakkan sebagai penyebab utama.
Larva musca
domestica bisa dikesampingkan. Bisa saja memang diset untuk lalat rumah itu ada
di mobil dan mengaburkan satu fakta yang mungkin terjadi. Jika benar itu adalah
pengecoh, lalu yang mana yang menjadi penyebab utama kematian si korban?
“Cekikan
itu, apakah memungkinkan terjadi bersamaan dengan keracunan karbon monoksida?’
tanyaku pada Tyra sambil tetap fokus mengemudikan mobil membelah jalan yang
mulai ramai oleh kendaraan.
“Dari
kondisi mata korban, kemungkinan besar dia masih hidup saat dicekik. Atau bisa
jadi sedang sekarat. Ya, memungkinkan jika proses keracunan sudah dimulai saat
ia dicekik,” jawab Tyra.
“Kemungkinan
itu selalu ada. Dan jika memang itu skenario yang terjadi, maka pembunuhnya…”
“…Mempergunakan
pengaman untuk menghindari keracunan yang sama saat ia mencekik si korban.”
“Aku dan
Dante juga menemukan muntahan di jok dan dashboard. Muntahan itu bisa berasal
dari si korban karena cekikan atau keracunan.”
“Atau bisa
jadi adalah muntahan dari si pelaku.” Tyra menatapku dengan matanya yang
nyalang.
“Tenanglah,
aku tak lupa meminta Dante untuk mengambil sampel muntahan dan memeriksanya di
lab Tak banyak, tapi semoga ada sedikit liur yang berbekas di sana dan bisa
dianalisa.”Tyra tersenyum puas.
“Kau belum
menjawab pertanyaanku tadi. Ada tanda-tanda kekerasan seksual? Atau pakaian
yang dikenakan padanya hanya untuk mengaburkan dugaan saja?” Aku kembali
bertanya.
“Kau tahu,
dengan wajah cantik dan tubuh yang seksi kupikir tak ada laki-laki normal yang
tidak tergoda pada pesona si korban. Tapi dari hasil pindaian tadi, baik aku
dan Dante tidak menemukan adanya bercak sperma di jok atau bagian dalam mobil.
Entahlah pada tubuh atau pakaiannya.
“Ada, dan
sepertinya hasil intimasi secara sukarela karena kemaluannya tidak mengalami
robek secara paksa. Aku menemukan bercak sperma pada pakaiannya walau tidak
banyak. Kemungkinan lain adalah korban terlebih dahulu berhubungan badan dengan
seseorang yang mungkin adalah pembunuhnya kemudian di bunuh di dalam mobil.”
“Apa kau
sudah meneliti spesimen spermanya?”
“Tinggal
menunggu hasil,” jawab Tyra.
“Harapan
lain adalah meneliti sepeda gunung yang kita temukan, mari berharap ada sidik
jari atau hal-hal yang mengarahkan kita pada tersangka.”
***
“Castle, kau
harus lihat ini...” Dante langsung menyergapku ketika aku baru saja tiba di
ruanganku. Aku segera mengikuti langkah Dante menuju sebuah stase kecil yang
adalah laboratorium.
“Pertama,
korban bernama Nina Williams, 23 tahun, seorang pramusaji di kafe pusat kota.
Mobil Mercedes yang digunakan terdaftar atas nama Ralph Williams, ayah korban.
Aku sudah menyelidiki dan Nina tidak pulang ke rumah selama seminggu.” Dante
menghela napas sebentar sebelum melanjutkan penjelasannya.
“Kedua,
tidak banyak yang bisa aku temukan di sepeda gunung itu karena sepertinya
pelaku membersihkannya, hanya saja ada satu spot yang terlewat dan aku
menemukan sidik jari walau parsial. Dan lihat siapa yang muncul di database
kita.” Dante memperlihatkan siapa yang muncul di layar komputer.
Seorang
pemuda berusia 25 tahun, bernama Jack Riders.
“Kau yakin?”
Tanyaku melihat tersangka yang muncul.
“Sangat
yakin, aku sudah mengetes hasil sidik jari sampai lima kali demi memastikan.
Bahkan hasil DNA dari sperma yang tersisa di pakaian korban merujuk pada pemuda
ini.”
“Ulangi lagi
dan pastikan dia memiliki keluarga.” Tyra melambaikan tangan dari luar ruangan
laboratorium memberi kode agar aku menyusulnya ke ruang forensik.
“Ada temuan
baru?”
“Ada sesuatu
yang harus aku tunjukkan padamu,” Tyra menyingkap kain pembungkus tubuh korban
yang sedang kami selidiki kasusnya. Tubuh korban basah kuyup dan struktur
tubuhnya berubah. Aku harus memalingkan wajah karena perubahan yang signifikan
itu.
“Kau lihat
ini…” Tyra menunjukkan lubang kecil pada bagian paha korban.“Bekas suntikan,”
lanjutnya. “Aku sudah meneliti rentang waktu kematiannya. Wanita ini meninggal
empat sampai lima hari yang lalu. Dia dibunuh dengan gas beracun kemudian dicekik.
Seperti yang aku bilang sebelumnya kalau pembunuh ini sadis. Tidak habis
disitu, dia menyuntikkan zat nitrogen cair ke tubuh korban akibatnya kita salah
menafsir rentang kematian pada awal penemuan mayat.”
“Jadi korban
diracuni, dicekik dan disuntik zat pembeku…” Aku dan Tyra saling menatap. Bukan
kali ini kami menemukan kasus pembunuhan yang aneh hanya saja aku tidak bisa
membayangkan reaksi dan perasaan orang terdekat mereka saat mengetahui cara
kematian orang yang mereka kenal.
“Apa Dante
sudah menemukan petunjuk pada sepeda gunung yang kita temukan?” Aku dan Tyra
berjalan keluar ruang forensik.
“Hasilnya
membingungkan…” Aku menggeleng pelan. Tyra menatap bingung, dia menunggu
lanjutan kalimatku. “Dante menemukan sidik jari di sepeda tersebut dan berhasil
menemukan seseorang pada database berdasarkan hasil sidik jari serta tes DNA.
Hanya saja...” Aku menghembus napas panjang. “…Seseorang itu saat ini berada di
dalam penjara dan masa kurungannya belum berakhir. Namanya Jack Riders,
ditangkap atas tuduhan pelecehan seksual pada seorang wanita di kedai makan.
Dan dia sudah ada disana sejak beberapa bulan lalu.”
“Bukankah
kasus ini semakin menarik?” Tyra menebar senyum, dia tahu sekali jika aku
sangat menyukai kasus sulit. Apalagi yang berbelit seperti ini.
“Aku akan
kembali ke TKP, mungkin ada petunjuk lain yang terlupa. Kau mau ikut?”
Tyra langsung
mengiyakan dengan wajah bersemu. Entahlah, apakah ia begitu tertarik memecahkan
kasus ini sehingga menemaniku dalam mencari petunjuk adalah hal menyenangkan
baginya. Tapi aku pun berpikir, sepertinya Tyra menaruh perasaan padaku. Naluri
detektifku bisa menyimpulkan dari gerak-geriknya selama ini, baik saat di dekatku
atau saat mencuri pandang ke arahku.
Ah, Castle.
Apa yang kamu pikirkan. Fokus!
***
Hampir dua
jam aku dan Tyra menyisir kembali hutan kecil tempat ditemukannya Nina
Williams, tapi tidak ada hal-hal atau benda ganjil yang ditemukan. Lalu dering
berbunyi dari telepon genggamku. Di layar tertera nama Dante.
“Ada berita
apa Dante?” sapaku. Dante menjelaskan sesuatu. Aku menyimak dengan seksama
suara di seberang. Sesekali dia mengguman, Tyra bisa melihat binar semangat di
mata biru lelaki itu. Rupanya ada kabar menarik dari Dante.
“Kita
kembali ke kantor.” Aku menoleh ke arah Tyra segera setelah mengakhiri
percakapan dengan Dante.
“Apa yang kau temukan?” Tanyaku setibanya di
ruang laboratorium.
“Aku sudah
menguji kembali DNA dari sperma dan seperti dugaanmu ini pasti berhubungan
dengan keluarga Jack Riders.” Dante menarik napas panjang, dia sangat
bersemangat menjelaskan hasil temuannya.
“DNA yang
ditemukan awalnya mengacu pada Jack Riders, namun aku meneliti ulang struktur
DNA dari sperma dan DNA milik Jack Riders yang ada di database kita dan aku
menemukan ini.”
Dante
memperlihatkan data dari hasil pemeriksaan di layar. Diagram yang muncul
memperlihatkan ada perbedaan pada nukleotida (penyusun dasar DNA). DNA pada
sperma lebih tinggi daripada DNA milik Jack Riders.
“..Kembar
identik.” Gumanku, namun jelas terdengar oleh Tyra dan Dante. Dante mengangguk
setuju.
“Aku sudah
memeriksa latar belakang Jack Riders, dia seorang pemuda baik-baik tidak ada
record data kejahatan sampai pelecehan seksual kemarin. Jack Riders adalah anak
angkat dari pasangan Darius dan Betsy Riders. Dulunya dia bernama Jack
Laggerfield, namun aku tidak menemukan apapun tentang Jack Laggerfield, kerabat
ataupun saudara kembarnya. Tapi kau mungkin akan tertarik dengan sang pelapor.”
Sebuah
profile mengejutkan muncul di layar. Seorang gadis melaporkan Jack Riders atas
tuduhan pelecehan seksual di sebuah kafe tempat dia bekerja. Dan si pelapor
bernama, Nina Williams.
“Menarik…
Jadi korban adalah pelapor yang menyebabkan Jack Riders ditahan dan yang
mungkin membunuhnya adalah kerabat terdekat Jack Riders yang mungkin adalah
saudara kembarnya.” Aku tersenyum.
“Aku sudah
memeriksa kafe tempat Nina Williams bekerja dan di malam sebelum dia menghilang
dia terlihat bersama seorang pria. Tapi tidak bisa dipastikan apakah itu
saudara kembar Jack Riders karena tidak ada yang melihat wajah pria tersebut.”
Jelas Dante lebih lanjut tentang hasil penyidikannya.
“Lalu apa
sudah ada pemeriksaan lanjut di kafe itu, tanya ke siapa saja, apapun yang bisa
menghubungkan dengan jati diri pria misterius itu?”
“Hasilnya
nihil bos.” Jawab Dante.
Tok. Tok.
Suara kaca laboratorium diketuk seseorang petugas dengan wajah serius.
“Bos, ada
penemuan mayat di pelabuhan.”
“Aku akan
segera kesana. Dante kau periksa kembali kafe itu dan apartemen Nina, cari
lebih detail apa saja yang menghubungkan dengan tersangka. Tidak mungkin tidak
ada yang melihatnya. Ayo Tyra.“
Aku dan Tyra
tiba di pelabuhan kota. Sudah ada beberapa petugas yang melakukan penyisiran
dan memasang batas polisi di sekitar tempat penemuan korban.
Tyra
melakukan tugasnya sebagai ahli forensik, melakukan pemeriksaan awal pada
korban, mengukur suhu tubuh dan memastikan waktu kematian.
“Perempuan
ini belum lama meninggal, kira-kira 2-3 jam yang lalu..” Jelas Tyra sambil
melepas sarung tangan transparan yang dikenakannya.
“Banyak
barang bukti yang hilang dari tubuhnya, tapi aku menemukan ini...” Tyra
mempelihatkan kuku korban, ada kulit yang menempel di permukaannya.
“...korban
sempat melakukan perlawanan. Cepat lakukan pemeriksaan atas ini.” Aku memerintah
Dina yang juga bertugas di laboratorium yang sama dengan Dante.
***
“Kau bisa
ikut aku?” Tyra muncul dari balik pintu tanpa mengetuk sebelumnya. Ia
membimbingku menuju laboratorium.
“Korban
dibunuh dengan cara dicekik namun sempat melakukan hubungan intim dengan
seseorang, aku sudah menyerahkan sisa sperma yang masih tertinggal di
kemaluannya beberapa jam yang lalu seharusnya sudah keluar hasil sekarang.
Kurasa kali ini kita akan menemukan pembunuhnya dengan mudah, iya kan?” Tyra
tersenyum senang.
“Tidak ada
yang mudah dalam pembunuhan, bahkan untuk kasus termudah sekalipun.” Kata-kataku
membuat Tyra menghapus senyum di wajahnya.
“Apa yang
kau temukan?” Aku menghampiri Dante di laboratorium.
“Sepertinya
kita berhadapan dengan serial killer yang misterius.” Dante memperlihatkan
sebuah hasil DNA sekaligus profile-nya.
Aku menarik
napas panjang, berusaha tenang. Namun dapat dipastikan otakku sedang bekerja
dua kali lipat. Aku melirik Dante dan Tyra. Kilat dimata mereka mengerikan. Kupikir
mereka sama sepertiku, sedang
mengibarkan genderang perang dengan pelaku pembunuhan yang ada di layar,.
Seorang yang
memiliki profile yang sama dengan Jack Riders yang sampai saat ini belum bisa
ditemukan.
***
Di sebuah ruangan
Woodbridge Manor, seorang lelaki menatap tajam foto seorang gadis muda. Matanya
memancar amarah, pisau lipat bergerak-gerak di atas wajah yang tertera di sana.Nina Williams. Di lantai tempat kursinya menjejak, puluhan foto gadis muda
lainnya terserak.
***
Duet @naztaaa & @I_am_BOA.
Subscribe to:
Posts (Atom)