My mind,
a drawer full of unsent love letters,
written only to be read by you.
My heart,
a box full of unsaid love words,
composed only to be heard by you.
And my lips,
a room full of undelivered love sentences,
shipped only to be touched by you.
Oh look at me now
Look at how i'm falling
deeper
and deeper
to a thing they call
unrequited love
dedicated only for you.
***
also posted on http://twimagination.com/yxke
Monday, July 22, 2013
Friday, July 19, 2013
Sketch, (One of) My Best Mood Booster
Bosan? Lelah? Pikiran buntu? Lagi nggak semangat? Lagi bete? PMS jadi pengen marah-marah melulu? Kalau berlarut bagaimana? Padahal lagi dikejar deadline, ada tugas yang harus diselesaikan, atau ada permasalahaan yang harus dicari solusinya.
Jika kondisi tersebut di atas menghampiri kamu, biasanya kamu ngapain?
Istirahat (sejenak)?
Yup, biasanya biar kondisi tersebut tidak berlarut dan jadi semangat lagi, kita melakukan sesuatu yang sifatnya relaxing. Dan strategi relaksasi masing-masing orang berbeda-beda.
Kalau saya sih biasanya akan melakukan hobi agar kembali semangat. Sebagian dari hobiku yang banyak itu cukup erat berkaitan dengan keterampilan motorik halus. Salah satunya menggambar. Seperti yang pernah saya posting sebelumnya di sketch-my-best-medicine sketch-my-best-medicine-pt2 Meskipun gambarnya sederhana banget, tapi kalau sudah gambar tuh rasanya enjoy sekali. Dan biasanya (biasanya yah) saya jadi semangat lagi, deh.
Nah, beberapa waktu ini saya cukup disibukkan oleh banyak hal, tugas-tugas yang harus dituntaskan, pekerjaan yang harus diselesaikan, bla bla bla. Sempat tergoda menuntaskan membaca novel yang belum sempat terbaca (dan jumlahnya banyak), tapi mata saya yang sudah berkaca tampak memberontak bila dituntut harus kembali menekuni kata per kata. Mungkin kalau mata saya bisa bicara, dia akan ngomong, "TERUS APA BEDANYA SAMA KERJAAN KAMU SEHARI-HARI, BETH?!?!" (okay, ini lebay). Untungnya, saya sempat membaca lini masa teman saya @biolahitam yang sedang mengikuti permainan menggambar bersama teman-temannya dengan tagar #7DaysDoodling terus lanjut dengan #7DaysSketch
Demi mengembalikan semangat yang hampir menghilang tenggelam dalam lautan luka dalam (apaan sih!), saya memberanikan diri untuk ikut. Walaupun gambar saya nggak ada apa-apanya dibanding peserta yang lain.
So now, i present you some of my doodles and sketches. Hope you enjoy them. :)))
Demi mengembalikan semangat yang hampir menghilang tenggelam dalam lautan luka dalam (apaan sih!), saya memberanikan diri untuk ikut. Walaupun gambar saya nggak ada apa-apanya dibanding peserta yang lain.
So now, i present you some of my doodles and sketches. Hope you enjoy them. :)))
Hujan Patah Hati. |
SOON! |
( inspired by pinterest) Flower Lady |
“Gelar Terakhir” |
***
Portrait Of A Lady |
"Sketch of Alana" tema: gratitute |
A Girl In Holy Hijab |
"It's Supposed To Be Chris Martin" tema: Mantan |
"Srikandi" tema: Knight/Pricess |
Karena kedua proyek di atas sudah selesai (dan saya merasa tidak terampil dalam menggambar jika dibandingkan penggiat yang lain), maka saya memutuskan untuk tetap meneruskan menggambar. Selain untuk belajar, juga sebagai penyemangat di tengah tuntutan tugas yang semakin menghimpit. Alhamdulillah, beberapa teman mendukung usaha saya dan berbaik hati mau menjadi subyek belajar saya. Dan inilah beberapa dari mereka (yang sudah ada di list menyusul ya...). Btw makasih ya temans, kalian sudah rela wajah rupawan kalian dirusak oleh tangan saya. semoga tidak kapok. *smile*
#OpenRequest
@bellazoditama |
@acturindra |
@naztaaa |
@vandakemala |
***
love, bety
Ket:
1. doodle : an unfocused or unconscious drawing made while a person's attention is otherwise occupied.
2. sketch : rapidly executed freehand drawing that is not usually intended as a finished work
Thursday, July 18, 2013
source pinterest |
PADA SELURUHMU, TANPA MERAGU
***
Iris matamu adalah
layar yang merefleksikan keindahan.
Di mana harap-asa berdansa riang dan
sejenak terlupakan kesedihan.
Ranum bibirmu adalah
pintu menuju mata air kesejukan.
Tempat tulus tersungging dalam wujud senyum
semerta gundah tak lagi liar berkeliaran.
Rentang lenganmu adalah
satu depa berisi jutaan naim tertaut kencang.
Alkemia yang mengubah kalut marut kalbu
mewujud harmoni ketenangan.
Hatimu adalah
ruang perlindungan ternyaman.
Rumah atom-atom berkonspirasi merangkai
karya agung yang bernama kasih sayang.
layar yang merefleksikan keindahan.
Di mana harap-asa berdansa riang dan
sejenak terlupakan kesedihan.
Ranum bibirmu adalah
pintu menuju mata air kesejukan.
Tempat tulus tersungging dalam wujud senyum
semerta gundah tak lagi liar berkeliaran.
Rentang lenganmu adalah
satu depa berisi jutaan naim tertaut kencang.
Alkemia yang mengubah kalut marut kalbu
mewujud harmoni ketenangan.
Hatimu adalah
ruang perlindungan ternyaman.
Rumah atom-atom berkonspirasi merangkai
karya agung yang bernama kasih sayang.
sehingga tanpa meragu, Ibu
Pada seluruhmu
aku ingin jatuh semakin dalam, tenggelam.
Tak ingin sekadar singgah
aku mendamba kekal karar, tak lekang zaman.
aku ingin jatuh semakin dalam, tenggelam.
Tak ingin sekadar singgah
aku mendamba kekal karar, tak lekang zaman.
***
(Juli, 2013)
Wednesday, July 17, 2013
THE FORGOTTEN
Dia masih berdiri tegak di hadapku.
Tetap geming dengan kedua tangan terkepal di masing-masing sisi luar tubuhnya. Wajahnya sedari tadi memerah,
menahan meledaknya amarah. Aku tahu pikirannya buncah.
Aku tahu pikiranku sangat buncah.
Dia masih berdiri tegak di
hadapku. Tetap geming dengan kedua mata menyorot tajam, memberikan pesan tepat
ke dua bola mataku. Bahkan dari jarak sejauh ini aku bisa mendengar jantungnya
berdetak dengan kecepatan berkali lipat dari biasanya. Aku tahu dia tidak
baik-baik saja.
Aku tahu aku jauh dari baik-baik
saja.
Sungguh, suasana ini membuatku
rikuh.
Aku menunduk. Dia memalingkan
tatapannya dariku. Aku menghela napas. Dia mendengus.
Badannya mulai bergetar. Aku
tahu, di antara kami harus ada kata terlontar.
Ya, suasana ini membuatku rikuh.
Kami kerap berada dalam posisi
ini. Berhadapan, saling tatap, meski tak selamanya saling berbicara. Lain waktu
kami duduk bersebelahan, saling memeluk berbagi hangat dalam diam. Biasanya kami
tak perduli dengan sekeliling. Kami bisa menghabiskan waktu berjam-jam,
sementara banyak orang yang berlalu-lalang di antara kami.
Tapi kali ini hanya ada aku dan
dia. Dalam kamarku yang berukuran 5x6. Di ruang yang setiap sudutnya mulai
dihapal olehnya di luar kepala.
Aku tersudut.
Benar-benar berada di sudut. Sudut terjauh dari pintu kamarku. Ia benar-benar
pandai menempatkanku di posisi yang sulit untuk dapat melarikan diri.
Ya, kali ini aku harus menghadapi kemarahannya. Aku tak mungkin melarikan
diri darinya seperti kemarin. Saat aku mengambil keputusan menghilang darinya dan memilih menghabiskan waktu dengan kekasihku yang lain sampai larut malam.
Saat di mana aku bahagia, dan dia tidak.
Dia marah aku tak lagi menghabiskan waktu hanya dengannya.
Dia terlalu ingin memilikiku. Dia terlalu ingin menguasaiku.
Dia terlalu ingin memilikiku. Dia terlalu ingin menguasaiku.
Dulu aku suka. Dulu, ketika aku
merasa terlindungi olehnya.
Dulu, tidak sekarang. Ini
harus diakhiri.
Dia tahu bahwa kali ini aku tidak akan menyerah.
Dia mulai terisak. Dadaku mulai sesak. Senjatanya kali ini tidak akan ampuh untuk memaksaku kembali.
Dia mulai terisak. Dadaku mulai sesak. Senjatanya kali ini tidak akan ampuh untuk memaksaku kembali.
I told you not to fall in love with me.
It’s hard not to fall in love with you.
Dimana sulitnya?
Ah, tak sadarkah kamu bahwa kita diciptakan untuk menjadi satu?
Kata siapa?
Tidak bisakah kamu meminta maaf alih-alih bertanya?
Maaf untuk apa?
BERHENTILAH BERTANYA!!!
Dia masih terisak. Kembali dia melangkah, semakin mendekat sembari
mengulurkan tangannya menuju tanganku. Dia meminta peluk, sesuatu yang tak lagi mau kuberi. Perlahan
aku bergerak ke belakang sebagai tanda penolakan.
Dia terperangah. Aku pun heran
dengan keberanianku menyakiti hatinya, yang sudah menemaniku selama ini.
Andai dia tidak melangkah terlalu jauh, andai dia tidak menuntut lebih.
Jangan pergi lagi, katanya.
Aku menelan ludah dan perlahan
berbicara dengan nada tegas namun dalam tempo perlahan. Walau bagaimanapun, untukku dia pernah menjadi si istimewa. Aku tidak akan pergi, jika pertanyaanku bisa terjawab olehmu. Apakah perjumpaan pertama kita bisa diulang? Kali ini
tanpa menyertakan perasaan? Bisakah kita hanya saling menatap tanpa kamu membiarkan
benakmu berusaha menyusupi hati dan pikiranku lalu
berusaha menjatuhi cinta? Bisakah kita berpisah tanpa dendam dan berjanji segalanya akan tetap baik-baik
saja?
Tubuhnya bergetar. Merah pada
wajahnya bukan lagi amarah. Tapi merah menahan kesedihan yang begitu mendesak
untuk dikeluarkan.
Dia menatapku dengan bulat bola matanya, lalu menggeleng.
Oh, kuatlah. Kamu tahu bahwa cinta tak dapat dipaksakan. Aku mulai kehilangan kesabaran. Aku tak mau lagi tunduk.
Air mulai tergenang di
bening matanya. Lamat dia berbicara. Jika
begitu, bolehkah aku bertanya, bisakah aku tetap menjaga pikiran dan perasaanku sebagai sepasang asing setiap kita bertemu di titik awal raga kita bersua?
Apakah kamu tega untuk mengusir bahagia yang berusaha menjadi pihak ketiga setiap
kali kita berjumpa? Dalam setiap perbincangan tentang sinar mentari pagi yang
menghangatkan atau senja merah yang bersemangat mengantarnya menuju peraduan?
Apakah aku akan mampu menyimpan kenyataan bahwa aku menyurangi
rindu dan tak mengakui bahwa mati-matian aku menahan diri untuk tidak
memeriksa kabar terbarumu di satu hari nanti?
Cinta itu sejatinya adalah
bukan mengenai keterpaksaan. Dan aku pun tak bisa memaksa hatiku untuk berpaling
padamu. Aku harap kamu dapat memahami. Mungkin kamu pikir aku akan menyesal. Tapi
kurasa tidak.
Sorot matanya mulai melemah, tubuhnya melunglai. Ingin rasanya aku takluk, dan kembali memeluknya sekali lagi. Namun aku teringat wajah kekasihku. Kebahagiaan yang akan kujelang dengannya nanti yang mendorongku berbuat ini. Aku geming.
Dia menunduk. Dari balik rambutnya yang tergerai, aku melihat getar bibir mungilnya mulai melafalkan aksara. Meski aku tahu aku mampu, rasanya aku tidak akan kuat saat melihatmu berjalan beriringan dengannya, tak lagi denganku. Aku yakin, pada saat itu mungkin pikiranmu akan menerawang jauh ke saat ini, berulang mengutuk keputusanmu, atau bahkan menghiba waktu untuk kembali dan memberikanmu keberanian untuk merubah semuanya. Kembalilah, kita mulai lagi dari awal. Isaknya kembali terdengar.
Dia menunduk. Dari balik rambutnya yang tergerai, aku melihat getar bibir mungilnya mulai melafalkan aksara. Meski aku tahu aku mampu, rasanya aku tidak akan kuat saat melihatmu berjalan beriringan dengannya, tak lagi denganku. Aku yakin, pada saat itu mungkin pikiranmu akan menerawang jauh ke saat ini, berulang mengutuk keputusanmu, atau bahkan menghiba waktu untuk kembali dan memberikanmu keberanian untuk merubah semuanya. Kembalilah, kita mulai lagi dari awal. Isaknya kembali terdengar.
Tolong, beradalah di posisiku. Aku tetap
akan meninggalkanmu. Meski aku harus mengambil risiko, bukan hati atau hidupku
yang aku pertaruhkan dalam permainan ini. Aku menghela napas dan mulai membalikkan tubuhku. Aku pergi. Mulai saat ini, lupakan
aku.
Dia terkesiap. Meski tahu aku tak lagi mengubah keputusanku, keterkejutannya begitu nampak. Dia berlari
menabrak tubuhku dan mulai menjerit.
Aku mengindahkannya, menutup telinga dan tetap melangkah.
Aku mengindahkannya, menutup telinga dan tetap melangkah.
Maaf, aku hanya ingin diriku bahagia,
ucapku sembari meninggalkannya. Saat ini, untuk selamanya. Menuju bahagiaku, pria yang diam-diam tersenyum mesra dari dalam cermin.
***
Wednesday, July 10, 2013
Pada Pertama Yang Entah Ke Berapa
Dengan langkahku yang tatih,
akan kutaklukkan kerikil, lembah, sungai, pantai,
apapun yang membentangi
di antara kamu dan aku.
Dengan gapaiku yang tak kokoh,
akan kusingkap belukar, dedaunan, kabut, ilalang
apapun yang membentengi
jiwaku dari genggammu.
Tak pernah kupungkiri keterbatasan
tapi batasku adalah apa yang dibataskan oleh kamu atasku.
Kamu tidak menghalangi, maka tak ada yang tak menjadi
sejauh dan semampu itulah untukmu, aku langkahkan niatku.
Aku pernah berhenti, bukan hanya di persimpangan
pernah bersembunyi dalam sengal, bukan menjauhi dalam kesal.
Karena aku yakin kamu tahu, berhentiku bukan menyerah
hanya menghembuskan napas, lalu melangkah dengan tegas.
Dan kini untuk pertama kalinya pada entah yang ke berapa,
aku kembali menujumu, pertamaku.
Memastikan jiwaku adalah jiwa yang pantas digenggam dalam hangat tanganmu,
dan pada akhirnya bertahta, di jannahmu yang baka.
Tuesday, July 2, 2013
Dusky Sorrow : A Poem
http://greigedesign.blogspot.com/ |
Today confused birds flocking outside her window
Continuosly chirping a dusk chorus of sorrow
Alone in the dimness seems all memories just flow
And once again go away, even her own shadow
Back then, met the apple of her eyes and bowed her pride low
But fiercely in total cruelness he left her in the front row
Oh why did her feeling have to grow?
Oh why did he turn the love song to a broken vow?
She is sad. She needs to cry out loud her mellow
But she just can’t. She hides it out under her pillow
Instead of regrets, happy seeds are that she has to sow
Worry does not for she has a much brighter tomorrow
(Bety Sanjaya, June 2013)
also posted on http://twimagination.com/v8h2
also posted on http://twimagination.com/v8h2
Subscribe to:
Posts (Atom)