Dearest Ed,
Pagi ini, aku terbangun dengan bulir-bulir air yang masih
betah menghuni sudut mataku dan kenangan tentang kita yang masih saja nyaman
meringkuk di sudut benak.
Ya, aku merindumu. Aku merindui lelaki yang pernah
menjadikan aku penghuni hati dan pikirannya.
Aku merindui lelaki yang pernah mengatakan bahwa dengan
seleranya yang unik telah menasbihkan aku sebagai ratu sejagad bagi dunianya.
Lelaki yang pernah berkata akan terus memeluk dan menjaga aku bahkan ketika ia
harus menggaruk kepalanya yang gatal oleh pikiran-pikiran “mengapa aku begitu
mengasihi wanita aneh di hadapanku ini?”.
Aku merindui lelaki yang pernah rela menyisihkan waktunya
untuk sekadar membalas tatapanku yang tanpa kata-kata. Lelaki yang pernah
ketika lelah sudah begitu ketat membelenggu masih tetap memilih menjalinkan
jemari untuk saling menguatkan bahwa semua akan baik-baik saja.
Aku merindui lelaki yang pernah dengan begitu hebatnya
mengisi perutku dengan jutaan kupu-kupu melalui ucapan, “Sleep tight, Honey.
Don’t dream about me, dream about us.”
Aku merindu lelaki itu. Saat ini. Bukan sebagai masa lalu. Melainkan sebagai masa depan dalam wujud seorang sahabat.
Dan bulir-bulir air yang masih betah menghuni sudut mataku
pagi ini Ed, percayalah, mereka bukan air yang membuat aku tenggelam
pada genangan
masa lalu. Tapi air yang membasuh semua prasangka buruk yang pernah
melintas mengenai kita, menjadikan kedua pupil mataku lebih jernih
melihat dunia.
Ed, hari ini mataku begitu guyub. Jutaan air mata menari dalam kedua kelopaknya. Kesedihan dan kebahagiaan tumpah ruah dalam jalinan setiap titik. Aku bahagia, Ed, namun sekaligus sedih. Namun aku percaya, kesedihan ini bukanlah nestapa yang baka. Gerbang kebahagian begitu jelas menganga di depanku, Ed, dan tak lebih dari sejengkal langkahku menuju ke sana.
This is the day, Ed. This is probably the most important day of my life. Our life. Me and him. Pagi ini aku akan melangsungkan akad dengan lelakiku. Tanpa kuingatkan pasti kamu sudah tahu dari undangan yang kuselipkan di emailmu.
Ed, aku ingin kamu tahu, perasaanku campur aduk saat ini. Ada kesedihan, kawatir, sekaligus kebahagiaan yang meledak-ledak. Aku sedih karena kamu tahu kan, Ayah dan Bunda telah menantikan saat ini cukup lama. Ah, mereka pasti akan menitikkan air mata, meski aku tahu itu adalah air mata bahagia. Aku juga kawatir, Ed, kawatir apakah aku akan mampu menjalin keluarga yang bahagia? Apakah aku akan sanggup menjadi istri dan ibu yang mumpuni bagi keluarga kecilku kelak? Aku sadar pernikahan adalah sebuah perjalanan luar biasa yang juga perlu persiapan yang tidak biasa-biasa saja. Lalu apakah aku akan bisa menghadapi semua yang terjadi sepanjang perjalanan kami nantinya? Ah, terlalu banyak bagaimana jika yang berkecamuk di benakku saat ini.
Tapi aku bahagia, Ed. Aku sangat bahagia. Karena aku yakin ada begitu banyak doa yang mengalir untukku, untuk kami hari ini dan seterusnya. Karena aku akhirnya memiliki seseorang dengan siapa aku bisa berbagi dukungan dalam menjalani babak kehidupan yang tidak sembarang ini. Ya, Ed, aku sangat sangat bahagia.
Dan aku pun ingin kamu bahagia, Ed. Karena demi cinta yang dihembuskan Tuhan dalam penciptaan setiap mahluk-Nya, kita semua berHAK bahagia. Bukankah?
Bandung dini hari
- soon a wife to be -
PS:
Resepsiku akan diselenggarakan seminggu lagi. Janjimu masih tetap sama, kan? Aku dan dia akan setia menunggu dan menyambut kedatanganmu. Dengan senyum dan pelukan tentunya. See you soon, BFF.
***
Balasan dari "Dear Past"
sekaligus penutup rangkain surat antara saya dan @dennyed