Kepada:
Seorang yang pernah tak sengaja mengetuk pintu hati
dan mencium rasa yang telah menunggu lama hingga terbangunkan.
Sejalan
dengan aku menulis ini, aku memikirkan, merindui dan tetap mengasihi kamu. Jika
saja setelah pertemuan terakhir kita memutuskan untuk bersama, mungkin saat ini
kita telah merayakan tahun ke tujuh bersatunya kita. Dan sampai saat ini, aku
masih terjebak dalam proses memaafkan dan melupakan. Dua hal yang menurutku
cukup berat, karena keduanya mengenai kamu.
Apa
kabar sepeda kumbangmu? Menilik dari keadaanmu saat terakhir kita bertemu, aku
sangsi ia masih tersimpan di pojok kadang Kambing yang kerap kau panggil Si
Jago. Kamu ingat, tujuh tahun lalu kamu yang memanggil namaku di tengah keramaian kami yang
selesai beribadah. Aku memicingkan mataku, berusaha menangkap sosok pria yang
memanggilku dengan lebih jelas. Kamu mungkin bisa melihatku terpekik melonjak
saat menyadari itu adalah kamu.
Pada
saat itu, hanya Tuhan dan semesta yang tahu bahwa aku telah menemukan kembali
cinta pertamaku.
Aku
menanyakan kabarmu sambil mengguncangkan jabatan tanganmu kuat-kuat. Kamu bersembunyi dimana dalam rentang penantian panjangku? Kamu tidak tahu betapa rindunya aku. Kamu
tertawa. Kamu begitu mempesona. Jerat yang berusaha menghidupkan rasa
yang telah berhasil kupadamkan saat kembali kau bertanya "Lalu kita akan bagaimana?"
Kamu
hanya tidak tahu, betapa sakit aku ketika sekali lagi aku harus meninggalkanmu. Entah aku masih waras atau kegilaan sudah menginvasi otakku.
Meski aku begitu menyayangimu, namun sulit untuk ada kata KITA diakhir cerita.
Ksatria
Sepeda Kumbang,
Aku mencari pembenaran dari keputusan yang sudah tertalak dari mulutku. Lalu
aku kembali terdampar di sini. Di Pura Penataran Agung. Kembali ke tempat tujuh
tahun lalu kita bersua. Kembali membuka paksa celah memori yang tanpa kusadari
telah menganga.Tapi aku yakin, di sinilah jawabnya.
Sudah
lama aku tidak beribadah di sini. Ah, mungkin saja saat ini Dewa Brahma sedang
mengutuk aku atas segala kealpaan menghadapnya. Atau saat ini dewa Syiwa sedang
mengincarku yang sewaktu-waktu lengah. Tapi
apakah ini murni salahku?
Ksatria Sepeda Kumbang,
Saat pembenaran itu datang, hal yang paling aku harapkan adalah kehadiranmu di seberang undakan Pura. Sehingga dengan pasti aku bisa mengacungkan jari telunjukku mengarah pada dadamu. Ini semua salahmu.
Saat pembenaran itu datang, hal yang paling aku harapkan adalah kehadiranmu di seberang undakan Pura. Sehingga dengan pasti aku bisa mengacungkan jari telunjukku mengarah pada dadamu. Ini semua salahmu.
Salahmu
yang datang kembali setelah aku meninggalkanmu.
Salahmu
yang tidak mau menerima bahwa kita tidak mungkin bersatu dalam tingkatan yang lebih tinggi dari sepasang sahabat.
Kamu tidak tahu aku telah berdoa untukmu kepada Tuhanku,
jauh sebelum kita bertemu, tanpa tahu akan seperti apa Ia jadikan kamu. Aku
mohon kepada Tuhanku untuk memberikan aku teman yang bisa aku sebut sebagai
sahabat. Seseorang yang ia pilih hanya untukku. Seseorang yang dengan
kelembutan hati dan kebijaksanaannya bisa membantuku dan membimbingku melewati
masa-masa suram atau sulitku.
Dulu aku lebih suka sendiri. Aku begitu
takut untuk terlalu menyayangi dan memiiki seorang teman. Aku lebih memilih
untuk membiarkan diriku pergi, daripada menyakiti. Tapi kamu tahu? Aku sungguh
memerlukan seseorang. Hanya sekedar untuk mendengarkan saat aku berkisah. Seeorang
yang tidak akan memicingkan mata, menyudutkan senyumnya, atau memberikan
penilaian tanpa aku pinta. Seseorang yang akan mau repot “menangkap” ketika aku
terjatuh. Dan tanpa sungkan aku pun akan melakukan hal yang sama.
Lalu kamu sungguh-sungguh datang.
Tuhanku memberikan lebih dari apa yang aku
pinta. Karena kemudian ia mengirimkan kamu sebagai jawabannya. Tapi lagi-lagi
aku takut. Karena mereka berkata bahwa persahabatan sejati itu tidak ada.
Sesuatu yang hanya bisa dimimpikan untuk menjelma.
Apakah kamu menyadari bahwa ikatan yang
terjadi antara kita begitu istimewa? Ia unik dengan cara kita yang sederhana.
Sebuah ikatan yang mungkin tidak akan tergantikan. Dan akan semakin kuat
seiring waktu berjalan. Ya, kita sudah melewatinya bersama. Meski baru seujung
jengkal waktu yang ada di belakang kita. Tapi aku tidak akan pernah lupa. Semua
masa dimana kamu menunjukkan rasa perdulimu yang tidak terhingga.
Kamu tahu saat pertama Tuhanmu dan Tuhanku
saling bertemu dalam wujud kita? Saat itu kita begitu malu-malu dalam seragam putih biru. Bahkan hanya
untuk sekadar menyapa di gerbang Pura.
Aku ingat beberapa waktu kemudian kita
tertawa mengenang saat pertama kita berjumpa. Ya, kita tertawa sampai
meneteskan air mata. Lalu kita berkata semoga persahabatan kita akan selamanya.
Semoga semakin kuat ikatan yang kita punya. Oh, aku sangat menyukai cara kau
menyukaiku. Dan aku tidak bisa berterimakasih dengan cukup untuk menggantikan
berkah yang menghampiriku.
Lalu kita berjanji bahwa kisah kita akan
tetap tumbuh, seiring waktu berjalan. Karena aku sudah meletakkan kepercayaan
atasmu, bahwa semuanya akan baik-baik saja dalam perjalanan pertemanan kita.
Lalu kita saling bertanya, Maukah kamu
berjanji kita akan tetap begitu? Tetap bersahabat sampai waktu menghilang
perlahan dalam catatan sejarah manusia?
Lalu kita menautkan kelingking satu sama
lain.
Dan dari semenjak itu aku harus menepikan
semua rasa padamu. Rasa yang tak biasa. Rasa yang tak seharusnya.
Ah Ksatria Sepeda Kumbang, mengapa harus kamu? Mengapa harus terjadi pada kita?
Ah Ksatria Sepeda Kumbang, mengapa harus kamu? Mengapa harus terjadi pada kita?
“Aku ingin kamu tahu. Aku sayang padamu.” Ucapmu tujuh tahun
lalu saat kembali kita bertemu di Pura Basukian.
Dan aku tahu, itu adalah saat yang tepat
bagi kita untuk mengakhirinya. Karena jauh di dalam hatiku, aku merasakan hal
yang sama. Sejak pertama kita berjumpa.
Maafkan aku. Ternyata ini bukan salahmu.
Adalah telunjukku, yang seharusnya mengarah
dalam-dalam ke jantungku. Dan berharap ia tak pernah mengenal rasa yang berbeda
selain persahabatan yang murni.
Tapi ia tidak bisa.
Jadi di sinilah aku, di tempat pertama kita
bertemu. Dengan satu tekad yang bulat. Memaksa semua sinaps dalam otakku, tak
lagi saling terhubung jika aku diingatkan kembali oleh sosokmu.
Terima kasih sudah memberikan begitu banyak
kenangan manis di masa putih biruku. Terima kasih pula telah datang kembali
tujuh tahun yang lalu. Namun yang terbaik adalah ini.
Selamat tinggal Ksatria Sepeda Kumbang.
Puteri Bebek Betutu.
Puteri Bebek Betutu.
I don't want to run away but I can't take it,
I don't understand,
If I'm not made for you then why does my heart tell me that I am?
Is there any way I can stay in your arms?
--
Inspired by true story.
No comments:
Post a Comment