Senja memang
patut diselamatkan, Ed.
Dari apa?
Dari kebingunganku membalas suratmu tentu saja.
Well, what
can i say? What should i say?
I
overthink too
much. I'm trying not to make assumptions right here right now.
Apa
yang bisa kusampaikan saat ini adalah, rasa terima kasih yang mendalam untuk
begitu sabar menghadapiku selama ini. Keberadaanmu pernah menjadi alasan kebahagiaanku.
Namun kepergianmu lah yang menjadi alasan keberanianku menghadapi dunia, dengan
kakiku sendiri. Fakta
bahwa ternyata ada begitu banyak keraguanmu tentang kita, tentu saja tak
bisa aku kesampingkan. Namun entah mengapa, hal tersebut sudah aku duga. Tentu
kamu masih ingat di salah satu surat balasanku aku pernah menulis, aku ingin
satu saat tak ada lagi rahasia di antara kita.
Dan
satu di antaranya sudah kamu kuak. Apakah akan ada yang lainnya, aku tak tahu,
Ed. Aku tidak mau membuat asumsi yang tak membawaku kemana pun selain
kebingungan tak berujung.
Ed,
setelah apa yang pernah kamu perbuat dan kamu suratkan kemarin, tak pernah
terlintas dalam benakku kekecewaan atau kemarahan. Aku tidak mau menghianati
apa yang telah dikaruniakan Tuhan atas hidupku melalui kamu.
Ed,
jika aku pernah memberiku momen-momen membahagiakan, aku merasa tersanjung. Aku
harap banyak hal dari apa yang pernah kita jalani terbungkus dalam nuansa yang
berbeda dari apa yang telah kamu rasakan. Namun beberapa hal dalam hidup
mungkin memang tidak ditakdirkan memenuhi apa yang kita harap, bukankah? Atau
memang kita belum menyadari. Mungkinkah waktu yang akan membantu mengungkap
lapisannya, satu demi satu? Atau mungkin kamu rasa cukupkan saja karena kamu
sudah melalui banyak waktu yang tersia-sia denganku? Aku harap tidak begitu.
Aku harap.
Bandung, 18 Februari 2014
PS:
I have been,
am now, and will always be honest with you. Remain truthful to yourself, as
hard as it may be.
***
balasan dari http://dennyed.blogspot.com/2014/02/bukan-kita.html
***
balasan dari http://dennyed.blogspot.com/2014/02/bukan-kita.html
No comments:
Post a Comment