“Ia milikku satu-satunya.”
“Kami
pernah berkorban. Sekarang giliranmu atau kita semua mati!”
Perdebatan
di balai desa menghasilkan keputusan. Akulah berikutnya. Gagal panen membuat
warga sepakat ini saatnya mengorbankan perawan pada Naga Kolong Nyowo untuk
menghentikan bencana.
Sedari
sore warga tegang menunggu kemunculannya di rumahku sembari merapalkan mantra dan
menabuh gending. Ibu tak henti menangis dalam bilik. Aku hanya bisa gemetar di atas
panggung. Kekasihku memilih tak datang. Jika saja aku memiliki bapak, mungkin
ia akan melindungiku.
Ia
datang menjelang fajar. Sontak gending terhenti. Ia menghampiriku, mengendus, lalu bergerak
secepat kilat ke dalam rumah.
Sejurus
kemudian, jeritan dari dalam bilik terdengar.
---
Diikutsertakan dalam #FF100Kata
No comments:
Post a Comment