Wakatobi |
Desember 2010
“Honeymoon di Wakatobi? Seriusan?”
aku tak berhenti terkekeh mendengar perkataannya.
Ia meninju lenganku. “Kenapa
enggak? Itu impianku kok,” katanya ketus. Matanya tetap terpaku pada layar komputer
perpustakaan, lekat memandangi gambar-gambar pemandangan Wakatobi yang ia dapat
dari internet.
“Kalau aku maunya ke Pangandaran
aja, gimana? Masih mau?” aku tetap menggodanya.
“Idih,,, emangnya siapa yang mau honeymoon sama situ? Sudah ah, aku ada bimbingan.”
Ia mencibir dan berlari kecil menjauhiku.
Tapi selapis senyum menghiasi
ujung bibir lembutnya. Dan mata nyalangnya menyampaikan pesan, “Ya, tentu saja!”
Tiara.
--
Mei 2012
“Kita akan kemana, Nan?” tanyanya
dengan mata penuh curiga saat aku mengajaknya meliburkan diri. Dan matanya
membulat seketika saat aku ucapkan satu kata yang memang menghuni angan-angannya
selama ini.
“Serius?” jeritnya sambil
mengguncang-guncang pundakku saat itu.
Aku menggeleng dan terbahak. Tapi
kamu tahu aku bercanda.
Ya, aku serius. Aku selalu serius
untuk kebahagiaan kamu Tiara. Selalu.
Jadi, di sinilah kita sekarang. Bersama
melahap hamparan laut biru yang mempesona. Setelah melalui perjalanan yang
panjang. Seperti kisah kita.
Teriakan kegirangan Tiara
membuatku terjaga dari lamunan.
“Benar kan, Nan. Wakatobi itu
mempesona. Oh, Danan you have no idea how
lucky I am right now. Thanks to you,” ia memelukku dengan erat.
Iya, Tiara. Wakatobi memang mempesona.
Tapi ia tidak mampu menghipnotisku sedahsyat satu kerlingan senyummu.
“Yakin kita akan bermalam di
tempat ini?” Ia mengerling nakal saat kami memasuki cottage di tepi pantai.
Desir daun kelapa yang bergesekan
tertiup angin tidak bisa menandingi hentakan jantungku yang berdebam aneh.
“Kenapa tidak?” Aku tersenyum
sambil menggaruk kepala yang tidak gatal sama sekali.
“Selamat menikmati bulan madu. Jangan
sungkan menghubungi saya atau bagian resepsionis jika ada hal yang dibutuhkan,”
ucap pegawai cottage sambil menyerahkan kunci kepada kami.
Tiara tertawa kecil dan aku
tertawa jengah saat pria tersebut melirik cincin di jari manis kami
masing-masing.
Kami masuk ke dalam cottage
sambil tertawa. Melemparkan tas ke segala arah secara serampangan. Dan sama-sama
berteriak, “Saatnya snorkeling!” sambil berlari ke arah pantai.
Kami bergandengan tangan. Sepasang
cincin di jari manis kami saling bertaut.
--
Akhir Juni 2012
“Diving atau Snorkeling?” tanyaku
sambil memperhatikan sosok tubuhnya yang ramping.
“Apapun itu, asal sama kamu Mas.”
Ia menolehkan kepalanya ke arahku. “And by the way, thank you for this greatest honeymoon. I’ll never
forget it, Mas. Thank you,” senyumnya
tak berhenti mengembang.
“Aku juga. Kamu bahagia?” tanyaku lagi
padanya.
“Sangat, Mas. Sangat.”
Dan langitpun ikut tersenyum,
mengiringi senyum istriku.
Tapi tetap, senyumnya maupun
senyum langit Wakatobi tidak mampu menghipnotis aku sedahsyat sejumput
senyummu, Tiara.
---
huaaaa, mupeng daaah *pengeeeen nantinya bisa honeymoon kesana juga, xixiix
ReplyDeleteSo sweet, Bet
ReplyDeleteThanks, Tan. Pengen cerita tentang "cinta tak berbalas" haha *friendzone*
Delete