Ketika rindu membelai lembut
Ketika harap terhambat kabut
Jangan tunggu, tutup matamu
Mimpi akan memeluk tanpa ragu.
Semua kesal, tawa dan gundah
Semua rasa berbalut dalam kisah
Baringkan dan kunci dalam memori
Karena mungkin (takkan) ada lagi
-bety-
Raja
Ampat.
Di
atas kapal kayu yang meliuk di permukaan laut. Di atas hamparan permadani biru dan ribuan
mahluk air yang berenang kesana kemari.
Di
atas surga di atas dunia.
Kamu
duduk di sampingku. Diiringi detak jantungku yang saling berlomba. Berkejaran.
Semburat
mentari pagi keemasan berkolaborasi dengan bayangan cantiknya koral di antara birunya air. Sama sekali tidak setara dengan semu kemerahan yang menghiasi tulang
pipimu.
Pun
sejumput bunga ungu mekar yang baru saja aku petik, menyisakan butiran embun
pada kelopaknya, sedikit membasahi tubuhmu.
Tidak
ada yang menandingi. Wajahmu terlalu sempurna.
Kamu
menyeruput gelas plastik berisi kopi Papua. Aromanya menyebar, menyeruak diam
di antara kita. Kamu tidak mau menunggu. Aku suka kamu menyukai kopi racikanku.
Kamu
tersenyum, menoleh ke arahku. Kopi dan
Raja Ampat, apa yang lebih sempurna dari ini? tanyamu.
Aku
tersenyum tolol. Kamu tentu saja, jawabku
dalam diam.
Mengapa
mengucapkan selamat tinggal selalu sulit? Mengapa? Aku tak habis pikir.
Denganmu aku memeroleh kenyamanan dalam tingkatan yang sangat tinggi. Aku
bisa bercerita mengenai hal-hal tak berguna dan tetap kamu tak membiarkan aku terlihat
bodoh pada akhirnya.
Kamu
membuat aku merasa istimewa dan dicintai bahkan di setiap detik waktu yang
bergulir deras. Kamu
tak tahu betapa aku merasa bahagia dan terberkati memiliki malaikat sepertimu
dalam hidupku.
Jadi, apa
alasan yang menyakitkan dari perpisahan ini? Apakah bahwa kita sama menyadari
jiwa kita terkoneksi. Tanpa kita tahu bagaimana ini semua bisa terjadi? Apakah
ini mungkin karena tanpa kita dasari kita sudah membuat komitmen satu sama lain
selamanya jauh di bawah alam sadar kita?
Aku
pernah bertanya, Siapakah kamu?
Kamu,
bukanlah seseorang yang aku tahu. Karena kamu ingin begitu.
Apa
yang kamu tunjukkan jauh menutupi apa yang ingin aku ketahui. Kamu biarkan aku
membentuk imaji tentangmu, menelannya bulat-bulat, dan menyimpannya dalam sel
abu-abuku kepalaku.
Tapi
kamu tahu? Bahkan aku tidak perduli.
Kita
di sini. Itu yang terpenting. Di kelilingi surga yang dihiraukan oleh mereka
yang berlomba mengunjungi keelokan yang lainnya. Di antara gemericik air yang
bercumbu dengan para ikan yang berkelit dari jeratan dan kemudian asyik tertawa.
Kita
di sini. Untuk satu sama lain. Untuk selamanya. Dan ini adalah janji tanpa
sadar yang pernah saling kita buat. Tak terucap, tapi saling terikat.
Kamu.
Kamu bisa membawaku ke manapun tempat yang kamu inginkan. Karena mungkin setelah
kali ini tidak akan ada lagi. Karena mungkin setelah ini kamu tidak membiarkan
aku mencumbu sosokmu, dan membiarkan jiwaku tenggelam melebihi palung terdalam
di birunya Raja Ampat atau laut manapun.
Percayalah
bahwa ini bukanlah mengenai kamu atau aku. Ini mengenai KITA.
Sampai
kapan kita akan begini? Diam-diam dalam bayang?
Dan ini menyesakkan karena mungkin, mungkin setelah kali ini tidak akan ada lagi.
Dan ini menyesakkan karena mungkin, mungkin setelah kali ini tidak akan ada lagi.
Pada akhirnya hanya akan ada aku sendiri, si keras kepala yang bahkan lebih keras dari batu karang Raja Ampat. Jangan pernah paksa aku untuk mengeluarkanmu dari dalam kepalaku. Atau ia akan pecah, selamanya.
*
Suka, Bet. Puitis kata-katanya.
ReplyDeleteMakasih Tanti... Entah nih lagi kesambet apa jadi mendadak puitis :)
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletehmm puisinya waduh sangat menyentuh hati sekali nih
ReplyDeletedatang yuk ke Dieng Paket Wisata Dieng
dan dapatkan penwaran menarik dari kami Paket Wisata Dieng