source: flickr.com |
“Aku sudah menemukan bapak kandungku,” ucap Marni
gembira. Aku yang mendengar berita tersebut girang tak terkira. Akhirnya akan
ada yang menjadi wali bagi Marni.
“Jadi kapan Mas bisa menemui bapakmu?” tanyaku
menggenggam tangannya.
“Secepatnya, Mas. Segera setelah kita dapat ijin,
kita menikah.”
Jantungku berdetak cepat. Ibunya Marni sudah
setuju. Semoga dari bapaknya aku bisa mengantongi restu.
---
“Kamu memang hebat, Le.” Tepukan warga membuat dadaku
membuncah. Peluh di sekujur tubuhku tak ku hiraukan.
Di pinggir sungai, teronggok sosok reptil putih
yang meresahkan desa selama ini. Setelah bertarung sampai lelah, akulah
pahlawannya.
Dari kerumunan warga muncul Marni dengan wajah
pucat.
“BAPAK!” Jeritan Marni melemaskan lututku.
Di malam satu suro, aku kehilangan restu.
---
111Kata
File under: Sungai
Dear Aunty, here my comments:
ReplyDelete1. “Secepatnya, Mas. Segera setelah kita meminta ijin pada bapak.” --> menurutku ini kurang perlu, melihat inti cerita mereka ingin segera menikah, akan lebih "nendang" kalau kalimat “Berarti, kita bisa secepatnya menikah?” langsung digabung “Jadi kapan Mas bisa menemui bapakmu?”. Kesannya lebih terburu-buru.
2. pas kalimat “BAPAK!!!” Jeritan Marni yang tiba-tiba melemaskan lututku", menurutku, akan lebih dramatis kalau diceritakan proses munculnya Marni sampai lihat bapaknya yang sudah dibunuh AKU.
cerita ini "out of the box", Aunty. Unik, karena mana mungkin jadi anak dari seekor reptil (jadi-jadian)? tapi untuk cerita dramatis, kurang mengharu biru.
itu aja, maaf kalau cuma bisa menilai dari segi isi cerita. Go Aunty, Go Aunty :)
Nah, tadi juga ingin memasukkan proses kedatangan Marni ke sungai dan adegan dia melihat pembunuhan. Tampaknya harus lebih memaksimalkan jatah 111 kata, nih. Ceritanya siluman buaya putin hehe. Tampak seru kalau dibikin cerita pendek. Meski idenya termasuk umum. Menurutmu?
ReplyDeletePS:
Terima kasih masukannya, Vanda. Ayo ajakin teman-teman yang lain saling mengomentari tulisan. I's worth trying. Go!