Friday, March 15, 2013

Nobody Is Me

When you think 
that you're loved by a woman so deep, 
well you're right.
That woman is me.

When you think 
that someone's missing you so bad, 
then you're right. 
That someone is me.

When you think 
that somebody's longing to be with you so desperately, 
no doubt you're right. 
That somebody is me.

Sadly, for you 
that somebody, that someone, that woman 
is nobody. 
And nobody is me.


***
(Bety Sanjaya)
http://twimagination.com/cezk

Monday, March 11, 2013

Who Killed Nina Williams?

source pinterest

“Seorang wanita muda, berkisar 20-25 tahunan. Tidak ditemukan identitas apapun, hanya sebuah mobil sedan hitam terparkir di tepi jalan,” jelas Dante singkat ketika aku tiba di lokasi kejadian.
“Tyra sudah datang?” tanyaku.
“Dia sedang memeriksa,” jawab Dante lagi.
Aku mendapati seorang wanita muda cantik sibuk membalikkan tubuh korban dan melepas sebuah pengukur suhu.
“COD-nya?” aku bertanya tentang penyebab kematian korban sambil ikut berjongkok di samping Tyra.
“Sejauh ini aku belum bisa memastikan karena ada beberapa kejanggalan. Kau lihat ini…” Tyra membalikkan tubuh korban, terlihat warna merah terang pada bagian bawah tubuhnya.
“Keracunan karbon monoksida,” jawabku.
“Ya. Dan kekakuannya sudah sampai pada bagian kaki. Artinya dia sudah meninggal sekitar...”
“Empat sampai enam jam yang lalu,” jawabku lagi.
“Lalu apa yang janggal dari mayat ini?”
“Ini,” Tyra memperlihatkan sebuah botol kecil. Di dalamnya berisi dua ekor belatung.
“Bagaimana bisa…” Aku tercekat kaget. Daerah tempat ditemukan mayat adalah hutan kecil yang berhawa dingin. Suhu sekitar yang rendah tidak memungkinkan terjadinya proses pembusukan dengan cepat.
“Aku menemukannya di sekitar daerah kemaluan.” Tyra bangkit dan menyerahkan botol berisi belatung ke tanganku.
Aku meraih botol kaca silinder yang disodorkan Tyra dan mengamati dua mahluk yang menggeliat di dalamnya. Sungguh aneh.
Sambil memegang botol tersebut aku memperhatikan si mayat. Cantik juga parasnya. Wanita itu mengenakan jubah tidur berwarna hijau emerald, begitu cocok dengan kulitnya yang sekarang berwarna putih pucat. Jubahnya terangkat menunjukkan bagian bawah tubuhnya yang mulus dan kaki indahnya yang jenjang, terbalut high heels berwarna maroon.
Rambut wanita itu bergelombang. Kupikir rambut pirangnya adalah hasil cat. Semburat cokelat terang rambutnya ikut membingkai wajahnya yang lebam berwarna merah cherry. Matanya membelalak terbuka, seolah-olah menunjukkan bahwa ia tahu apa yang akan terjadi dan pasrah pada apapun yang menimpanya.
Racun karbon monoksida. Tapi bisa juga sianida. Belatung dalam kemaluan. Harus benar-benar dipastikan.
Aku menyimpan botol itu dalam kantung jaketku, dan membiarkan Tyra memeriksa kembali si mayat bersama tim yang lainnya. Dengan telunjuk aku memberi isyarat pada Dante.
Dante mengikuti langkahku menelusuri pepohonan lebat menuju jalan, tempat terparkirnya sebuah Mercedes berwarna hitam. Aku memalingkan kepala melewati bahu Dante dan melihat sebagian Woodbridge Manor yang terlihat menyembul dari pucuk-pucuk pohon.
Pagi itu dingin dan cerah. Sisa-sisa musim dingin seakan membekukan daun-daun yang rontok di tanah. Injakan sepatu kami berdua menimbulkan bunyi berderap. Aku merapatkan jaket woolku untuk mengusir udara dingin.
“Jadi sudah mendapatkan apa di dalam sana?” Aku menggerakkan daguku mengarah ke mobil di depan kami.
“Ada sedikit sisa-sisa tequila di jok, dashboard, dan tanah dekat pintu mobil,” jawab Dante.
“Muntah?”
“Ya.”
“Pastikan, kemungkinan muntah karena keracunan karbon monoksida atau memang seseorang telah berpesta terlalu liar.” Aku mengucapkan sungguh-sungguh pada Dante. Ini benar-benar harus dipastikan, kematian karena unsur kesengajaan atau bukan.
“Lalu ada apa lagi?” tanyaku sambil meneliti ke setiap bagian dalam Mercedes.
“Aku menemukan ini,” Dante menunjukkan selembar kertas nikotin yang biasa ditempelkan di lengan sebagai pengganti rokok. “Berada tidak jauh dari pepohonan menuju jalan.”
“Tidak ada tanda kalau perempuan itu menggunakan kertas nikotin. Artinya ada orang lain bersamanya, mungkin saja itu pembunuhnya. Bawa itu segera ke laboratorium, biar kita tahu siapa pemakai kertas nikotin itu.” Dante segera berlalu membawa barang bukti baru.
Aku berjalan mengitari lokasi ditemukannya mayat. Ada beberapa jejak yang sengaja dihapus, bahkan ada jalur aneh yang kuperkirakan adalah jejak jalur ban sebuah sepeda yang mengarah ke jalan seberang, sebuah jalan kecil yang tembus ke jalan besar lainnya. Tidak salah lagi ada seseorang bersama perempuan itu yang mungkin adalah si pembunuh dan sudah merencanakan semua ini sebelumnya.
Yang mengganggu pikiranku adalah belatung-belatung yang ditemukan di kemaluan sang korban. Butuh setidaknya tiga sampe lima hari agar terjadi pembusukan sehingga memungkinkan pembiakan larva pada mayat itupun jika udara sekitar panas sehingga mempercepat proses pembusukan. Sedangkan suhu di hutan ini sangat rendah. Setidaknya butuh delapan sampai dua belas hari baru mayat akan mengalami proses pembusukan di tempat ini.
Aku menyusuri jalan kecil demi mengikuti kemana arah jalur sepeda itu pergi. Dan berhenti ketika tiba di jalan besar yang terhubung dengan jalan utama yang biasa dilalui kendaraan. Pinggiran jalan bahkan tertutup dengan ilalang tinggi. Jalan ini jarang digunakan mungkin karena arahnya yang tersembunyi. Aku berbalik hendak mengambil mobil tapi mendadak berhenti ketika mataku menangkap pantulan kilau dari balik rerumputan.
Sebuah sepeda dengan ban yang bocor. Dari detail bannya aku memastikan ini adalah sepeda yang sama dengan yang berada di lokasi tidak jauh dari ditemukannya mayat.
Aku mengambil ponselku dan menekan tombol panggilan cepat.
“Jika kau cukup jeli, kau akan menemukan jejak jalur ban sebuah sepeda yang mengarah ke jalan seberang, sebuah jalan kecil yang tembus ke jalan besar lainnya. Temui aku secepatnya.”
Aku menutup telepon dan kembali mengamati benda yang teronggok di depanku. Jenis sepeda gunung. Masih cukup tangguh. Sayang bannya tidak dijaga sehingga aus dan bocor. Aku mengambil kamera saku dan memotretnya.
Sesungguhnya aku masih penasaran dengan jalan kecil ini, sebenarnya untuk apa dia ada? Apa hanya sekadar jalur trek untuk lintas alam? Yang aku bisa simpulkan, jika ditelusuri jalan besar ini akan menuju jalan utama di satu sisinya, sementara di sisi lain kemungkinan mengarah ke Woodbridge Manor.
Aku mendengar derap sepatu mendekat. Langkahnya ringan, seorang wanita. Aku menatap arlojiku. Butuh waktu sekitar lima menit untuk Tyra sampai di lokasiku saat ini. Tidak buruk.
“Apa ini?” tanyanya sambil berjongkok di samping sepeda.
“Kau belum pernah melihat benda seperti ini?” jawabku sedikit mengejek.
“Belum,” jawabnya berpura-pura ketus. Bahkan dengan wajah memerah dikelilingi kepul udara yang berasal dari napas memburu seperti itu Tyra masih tampak cantik.
“Kau harus mulai memperhatikan dunia nyata dengan lebih teliti, Tyra. Bagaimana mungkin kau bisa melewatkan detil penting seperti ini.”
“Kupikir tugasku jelas, aku berkencan dengan wanita itu.”
“Jadi ini kelalaian Dante?”
“Jadi sepeda ini ada di sini bukan kebetulan.” Tyra membalikkan pembicaraan kami ke jalurnya. “Lalu kenapa dia ada di sini.”
“Perhatikan bannya.”
“Ya. Bannya memiliki alur yang sama dengan jalur yang terbentuk di tanah sepanjang jalan yang kulalui tadi. Kau tenang saja, aku tidak merusak jejaknya. Aku sudah meminta Emil mengikutiku.”
Emil adalah juru foto biro. Dia selalu tahu apa yang harus dia lakukan dengan alat tempurnya.
“Sebaiknya kita telusuri jalan ini ke sisi satunya. Kali ini pasang matamu, Tyra.”
Tyra menggendikkan bahunya dan merapatkan rompinya. Lalu mengikutiku menelusuri jalan besar ke arah Woodbridge Manor.
“Jadi apa saja yang kau dapat dari hasil kencanmu dengan wanita itu?”
Tyra menghela napas panjang, ada sedikit ketegangan dalam dirinya tiap kali mengungkap hasil kematian dari seseorang. Padahal sudah lima tahun dia menjadi ahli forensik .
“Kau ingat kejanggalan-kejanggalan di tubuh wanita itu kan?”
Aku mengangguk kecil.
“Lebamnya yang tidak sesuai dengan posisi tubuh, menunjukkan kalo dia di bunuh di suatu tempat kemudian dipindahkan ke tanah. Wanita itu juga dibunuh dengan sadis. Selain keracunan karbon monoksida sesuai dengan hasil uji racun dia juga dicekik aku menemukan tanda petekhie di area mata.” Lagi Tyra menghembuskan napas panjang. Tubuhnya sedikit gemetar melawan suhu udara yang dingin, sesekali dia menggosokkan tangannya yang berbalut sarung tangan tebal.
“Lalu belatung-belatung itu? Apakah ada tanda-tanda kekerasan seksual?” Kami tiba di ujung jalan, tidak ada tanda-tanda atau jalur aneh yang bisa merujuk ke sebuah bukti lagi.
“Itu adalah larva musca domestica,”
“Lalat rumah?”
“Ya, lalat rumah. Kau mau mendengar tebakanku kenapa...” Kami sudah kembali ke mobil ketika Emil menyapa dan memotong kalimat Tyra.
“Disana kalian rupanya. Aku sudah memotret cukup banyak,” Emil menunjukkan sebagian hasil jepretannya. Hanya berkisar pada alur ban dan sepeda gunung tersebut.
“Kita kembali ke markas,” perintahku. Tyra memilih semobil denganku, sedangkan Emil kembali dengan mobilnya.
“Jadi apa tebakanmu?” Tagihku pada kata-katanya tadi yang sempat terpotong.
“Sebenarnya ini belum bisa dipastikan karena aku hanya asal menebak. Tapi kira-kira begini, lalat rumah itu secara tidak sengaja berada dalam mobil. Kau tahu kan lalat dewasa bisa hidup aktif saat suhu panas dan suhu dalam mobil saat itu mungkin sekitar 28-32,5°C tempat yang baik untuk berkembang biak.”
“Artinya wanita itu dibunuh dalam mobil, dibiarkan disana beberapa jam kemudian dipindahkan ke dalam hutan,” aku ikut menebak.
“Kira-kira seperti itu. Semua untuk mengacaukan...”
“Waktu kematian si korban,” aku memotong kalimat pamungkas Tyra.
Cekikan pada leher. Karbon monoksida. Larva musca domestica. Aku memutar otak, mana yang dengan yakin bisa ditegakkan sebagai penyebab utama.
Larva musca domestica bisa dikesampingkan. Bisa saja memang diset untuk lalat rumah itu ada di mobil dan mengaburkan satu fakta yang mungkin terjadi. Jika benar itu adalah pengecoh, lalu yang mana yang menjadi penyebab utama kematian si korban?
“Cekikan itu, apakah memungkinkan terjadi bersamaan dengan keracunan karbon monoksida?’ tanyaku pada Tyra sambil tetap fokus mengemudikan mobil membelah jalan yang mulai ramai oleh kendaraan.
“Dari kondisi mata korban, kemungkinan besar dia masih hidup saat dicekik. Atau bisa jadi sedang sekarat. Ya, memungkinkan jika proses keracunan sudah dimulai saat ia dicekik,” jawab Tyra.
“Kemungkinan itu selalu ada. Dan jika memang itu skenario yang terjadi, maka pembunuhnya…”
“…Mempergunakan pengaman untuk menghindari keracunan yang sama saat ia mencekik si korban.”
“Aku dan Dante juga menemukan muntahan di jok dan dashboard. Muntahan itu bisa berasal dari si korban karena cekikan atau keracunan.”
“Atau bisa jadi adalah muntahan dari si pelaku.” Tyra menatapku dengan matanya yang nyalang.
“Tenanglah, aku tak lupa meminta Dante untuk mengambil sampel muntahan dan memeriksanya di lab Tak banyak, tapi semoga ada sedikit liur yang berbekas di sana dan bisa dianalisa.”Tyra tersenyum puas.
“Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Ada tanda-tanda kekerasan seksual? Atau pakaian yang dikenakan padanya hanya untuk mengaburkan dugaan saja?” Aku kembali bertanya.
“Kau tahu, dengan wajah cantik dan tubuh yang seksi kupikir tak ada laki-laki normal yang tidak tergoda pada pesona si korban. Tapi dari hasil pindaian tadi, baik aku dan Dante tidak menemukan adanya bercak sperma di jok atau bagian dalam mobil. Entahlah pada tubuh atau pakaiannya.
“Ada, dan sepertinya hasil intimasi secara sukarela karena kemaluannya tidak mengalami robek secara paksa. Aku menemukan bercak sperma pada pakaiannya walau tidak banyak. Kemungkinan lain adalah korban terlebih dahulu berhubungan badan dengan seseorang yang mungkin adalah pembunuhnya kemudian di bunuh di dalam mobil.”
“Apa kau sudah meneliti spesimen spermanya?”
“Tinggal menunggu hasil,” jawab Tyra.
“Harapan lain adalah meneliti sepeda gunung yang kita temukan, mari berharap ada sidik jari atau hal-hal yang mengarahkan kita pada tersangka.” 
***
“Castle, kau harus lihat ini...” Dante langsung menyergapku ketika aku baru saja tiba di ruanganku. Aku segera mengikuti langkah Dante menuju sebuah stase kecil yang adalah laboratorium.
“Pertama, korban bernama Nina Williams, 23 tahun, seorang pramusaji di kafe pusat kota. Mobil Mercedes yang digunakan terdaftar atas nama Ralph Williams, ayah korban. Aku sudah menyelidiki dan Nina tidak pulang ke rumah selama seminggu.” Dante menghela napas sebentar sebelum melanjutkan penjelasannya.
“Kedua, tidak banyak yang bisa aku temukan di sepeda gunung itu karena sepertinya pelaku membersihkannya, hanya saja ada satu spot yang terlewat dan aku menemukan sidik jari walau parsial. Dan lihat siapa yang muncul di database kita.” Dante memperlihatkan siapa yang muncul di layar komputer.
Seorang pemuda berusia 25 tahun, bernama Jack Riders.
“Kau yakin?” Tanyaku melihat tersangka yang muncul.
“Sangat yakin, aku sudah mengetes hasil sidik jari sampai lima kali demi memastikan. Bahkan hasil DNA dari sperma yang tersisa di pakaian korban merujuk pada pemuda ini.”
“Ulangi lagi dan pastikan dia memiliki keluarga.” Tyra melambaikan tangan dari luar ruangan laboratorium memberi kode agar aku menyusulnya ke ruang forensik.
“Ada temuan baru?”
“Ada sesuatu yang harus aku tunjukkan padamu,” Tyra menyingkap kain pembungkus tubuh korban yang sedang kami selidiki kasusnya. Tubuh korban basah kuyup dan struktur tubuhnya berubah. Aku harus memalingkan wajah karena perubahan yang signifikan itu.
“Kau lihat ini…” Tyra menunjukkan lubang kecil pada bagian paha korban.“Bekas suntikan,” lanjutnya. “Aku sudah meneliti rentang waktu kematiannya. Wanita ini meninggal empat sampai lima hari yang lalu. Dia dibunuh dengan gas beracun kemudian dicekik. Seperti yang aku bilang sebelumnya kalau pembunuh ini sadis. Tidak habis disitu, dia menyuntikkan zat nitrogen cair ke tubuh korban akibatnya kita salah menafsir rentang kematian pada awal penemuan mayat.”
“Jadi korban diracuni, dicekik dan disuntik zat pembeku…” Aku dan Tyra saling menatap. Bukan kali ini kami menemukan kasus pembunuhan yang aneh hanya saja aku tidak bisa membayangkan reaksi dan perasaan orang terdekat mereka saat mengetahui cara kematian orang yang mereka kenal.
“Apa Dante sudah menemukan petunjuk pada sepeda gunung yang kita temukan?” Aku dan Tyra berjalan keluar ruang forensik.
“Hasilnya membingungkan…” Aku menggeleng pelan. Tyra menatap bingung, dia menunggu lanjutan kalimatku. “Dante menemukan sidik jari di sepeda tersebut dan berhasil menemukan seseorang pada database berdasarkan hasil sidik jari serta tes DNA. Hanya saja...” Aku menghembus napas panjang. “…Seseorang itu saat ini berada di dalam penjara dan masa kurungannya belum berakhir. Namanya Jack Riders, ditangkap atas tuduhan pelecehan seksual pada seorang wanita di kedai makan. Dan dia sudah ada disana sejak beberapa bulan lalu.”
“Bukankah kasus ini semakin menarik?” Tyra menebar senyum, dia tahu sekali jika aku sangat menyukai kasus sulit. Apalagi yang berbelit seperti ini.
“Aku akan kembali ke TKP, mungkin ada petunjuk lain yang terlupa. Kau mau ikut?”
Tyra langsung mengiyakan dengan wajah bersemu. Entahlah, apakah ia begitu tertarik memecahkan kasus ini sehingga menemaniku dalam mencari petunjuk adalah hal menyenangkan baginya. Tapi aku pun berpikir, sepertinya Tyra menaruh perasaan padaku. Naluri detektifku bisa menyimpulkan dari gerak-geriknya selama ini, baik saat di dekatku atau saat mencuri pandang ke arahku.
Ah, Castle. Apa yang kamu pikirkan. Fokus! 
***
Hampir dua jam aku dan Tyra menyisir kembali hutan kecil tempat ditemukannya Nina Williams, tapi tidak ada hal-hal atau benda ganjil yang ditemukan. Lalu dering berbunyi dari telepon genggamku. Di layar tertera nama Dante.
“Ada berita apa Dante?” sapaku. Dante menjelaskan sesuatu. Aku menyimak dengan seksama suara di seberang. Sesekali dia mengguman, Tyra bisa melihat binar semangat di mata biru lelaki itu. Rupanya ada kabar menarik dari Dante.
“Kita kembali ke kantor.” Aku menoleh ke arah Tyra segera setelah mengakhiri percakapan dengan Dante.
 “Apa yang kau temukan?” Tanyaku setibanya di ruang laboratorium.
“Aku sudah menguji kembali DNA dari sperma dan seperti dugaanmu ini pasti berhubungan dengan keluarga Jack Riders.” Dante menarik napas panjang, dia sangat bersemangat menjelaskan hasil temuannya.
“DNA yang ditemukan awalnya mengacu pada Jack Riders, namun aku meneliti ulang struktur DNA dari sperma dan DNA milik Jack Riders yang ada di database kita dan aku menemukan ini.”
Dante memperlihatkan data dari hasil pemeriksaan di layar. Diagram yang muncul memperlihatkan ada perbedaan pada nukleotida (penyusun dasar DNA). DNA pada sperma lebih tinggi daripada DNA milik Jack Riders.
“..Kembar identik.” Gumanku, namun jelas terdengar oleh Tyra dan Dante. Dante mengangguk setuju.
“Aku sudah memeriksa latar belakang Jack Riders, dia seorang pemuda baik-baik tidak ada record data kejahatan sampai pelecehan seksual kemarin. Jack Riders adalah anak angkat dari pasangan Darius dan Betsy Riders. Dulunya dia bernama Jack Laggerfield, namun aku tidak menemukan apapun tentang Jack Laggerfield, kerabat ataupun saudara kembarnya. Tapi kau mungkin akan tertarik dengan sang pelapor.”
Sebuah profile mengejutkan muncul di layar. Seorang gadis melaporkan Jack Riders atas tuduhan pelecehan seksual di sebuah kafe tempat dia bekerja. Dan si pelapor bernama, Nina Williams.
“Menarik… Jadi korban adalah pelapor yang menyebabkan Jack Riders ditahan dan yang mungkin membunuhnya adalah kerabat terdekat Jack Riders yang mungkin adalah saudara kembarnya.” Aku tersenyum.
“Aku sudah memeriksa kafe tempat Nina Williams bekerja dan di malam sebelum dia menghilang dia terlihat bersama seorang pria. Tapi tidak bisa dipastikan apakah itu saudara kembar Jack Riders karena tidak ada yang melihat wajah pria tersebut.” Jelas Dante lebih lanjut tentang hasil penyidikannya.
“Lalu apa sudah ada pemeriksaan lanjut di kafe itu, tanya ke siapa saja, apapun yang bisa menghubungkan dengan jati diri pria misterius itu?”
“Hasilnya nihil bos.” Jawab Dante.
Tok. Tok. Suara kaca laboratorium diketuk seseorang petugas dengan wajah serius.
“Bos, ada penemuan mayat di pelabuhan.”
“Aku akan segera kesana. Dante kau periksa kembali kafe itu dan apartemen Nina, cari lebih detail apa saja yang menghubungkan dengan tersangka. Tidak mungkin tidak ada yang melihatnya. Ayo Tyra.“
Aku dan Tyra tiba di pelabuhan kota. Sudah ada beberapa petugas yang melakukan penyisiran dan memasang batas polisi di sekitar tempat penemuan korban.
Tyra melakukan tugasnya sebagai ahli forensik, melakukan pemeriksaan awal pada korban, mengukur suhu tubuh dan memastikan waktu kematian.
“Perempuan ini belum lama meninggal, kira-kira 2-3 jam yang lalu..” Jelas Tyra sambil melepas sarung tangan transparan yang dikenakannya.
“Banyak barang bukti yang hilang dari tubuhnya, tapi aku menemukan ini...” Tyra mempelihatkan kuku korban, ada kulit yang menempel di permukaannya.
“...korban sempat melakukan perlawanan. Cepat lakukan pemeriksaan atas ini.” Aku memerintah Dina yang juga bertugas di laboratorium yang sama dengan Dante.
***
“Kau bisa ikut aku?” Tyra muncul dari balik pintu tanpa mengetuk sebelumnya. Ia membimbingku menuju laboratorium.
“Korban dibunuh dengan cara dicekik namun sempat melakukan hubungan intim dengan seseorang, aku sudah menyerahkan sisa sperma yang masih tertinggal di kemaluannya beberapa jam yang lalu seharusnya sudah keluar hasil sekarang. Kurasa kali ini kita akan menemukan pembunuhnya dengan mudah, iya kan?” Tyra tersenyum senang.
“Tidak ada yang mudah dalam pembunuhan, bahkan untuk kasus termudah sekalipun.” Kata-kataku membuat Tyra menghapus senyum di wajahnya.
“Apa yang kau temukan?” Aku menghampiri Dante di laboratorium.
“Sepertinya kita berhadapan dengan serial killer yang misterius.” Dante memperlihatkan sebuah hasil DNA sekaligus profile-nya.
Aku menarik napas panjang, berusaha tenang. Namun dapat dipastikan otakku sedang bekerja dua kali lipat. Aku melirik Dante dan Tyra. Kilat dimata mereka mengerikan. Kupikir mereka  sama sepertiku, sedang mengibarkan genderang perang dengan pelaku pembunuhan yang ada di layar,.
Seorang yang memiliki profile yang sama dengan Jack Riders yang sampai saat ini belum bisa ditemukan.
***
Di sebuah ruangan Woodbridge Manor, seorang lelaki menatap tajam foto seorang gadis muda. Matanya memancar amarah, pisau lipat bergerak-gerak di atas wajah yang tertera di sana.Nina Williams. Di lantai tempat kursinya menjejak, puluhan foto gadis muda lainnya terserak.

***
Duet @naztaaa & @I_am_BOA.