Friday, March 21, 2014

Pulang Yang Tak Sama



Media preview
sketch: koleksi pribadi

Mengenai kamu,
Ada banyak perkara yang luput dari pemahamanku
Mengenai sorot mata nir cahayamu
Mengenai senyum yang kini enggan berdiam di lengkung garis bibirmu
Mengenai tunduk kepalamu dan ibu bumi yang begitu intim bercumbu.

Entah... apakah ini mengenai otakku
Yang terlalu banal untuk mampu memahami suratan takdirku
Ataukah sel abu-abu kepalaku
Tak daya mengurai seutuhnya benang-benang resahmu
Bahagiamu, Sayang, tak lagi memadati sumsum tulang belakangku.

Mengenai kita,
Kini ada pulang yang tak lagi sama
Kini ada rumah yang nyata berbeda.

Mengenai aku,
Adalah senyata-nyatanya pilu
Saat pijakan kita, tak lagi satu.

Maka kupinta,
Saat jemari tak lagi menemui muaranya
Lipatlah jarakd antara kita alam sebaik-baiknya doa
Dan percayalah
Pilu ini bukan nestapa yang baka.
***
(Bandung, 21 Maret 2014)

Thursday, March 13, 2014

Sepuluh

Media preview
sketch : my own collection



Dia seperti gadis kebanyakan. Bertubuh kurus dengan dua kaki yang menjulang. Rambut panjangnya diikat ekor kuda, semakin mengukuhkan tirus wajahnya dengan tulang pipi yang menonjol. Tak ada lesung pipit atau tahi lalat yang bisa mempermanis bibirnya yang tipis dan hidungnya yang tak mancung namun tak juga pesek. Tapi mengapa aku begitu menikmati berlama-lama menatapnya yang tidak istimewa?  

--

Ternyata menatap lekat-lekat pada dia yang sedang menyelami hamparan buku di atas meja selama hampir satu jam tak semerta membuat jawaban atas pertanyaanku muncul ke permukaan. Aku mendengus, tak biasanya aku gagal memecahkan persoalan.

“Sudah mau pulang?” Ia mengalihkan pandangannya dari buku dan tersenyum padaku yang sedang terang-terangan menatapnya. Tatapan yang selalu sama. Untuk beberapa detik tubuhku menegang, merasakan ritual sensasi sebelum tenggelam lebih dalam.

Gotcha! Akhirnya kutemukan jawabannya.

--

Kembali aku menyetel lensa okuler. Seharusnya ada sembilan. Kornea, pupil, lensa, iris, sclera, vitreous, retina, koroid, dan makula. Lalu mengapa kutemukan satu lapisan lagi di belakang retina matanya dengan namaku di dalamnya?

--
161 Kata
ditulis untuk @bookaholicfund











Sunday, March 2, 2014

The Day



Dearest Ed,

Pagi ini, aku terbangun dengan bulir-bulir air yang masih betah menghuni sudut mataku dan kenangan tentang kita yang masih saja nyaman meringkuk di sudut benak.

Ya, aku merindumu. Aku merindui lelaki yang pernah menjadikan aku penghuni hati dan pikirannya.
Aku merindui lelaki yang pernah mengatakan bahwa dengan seleranya yang unik telah menasbihkan aku sebagai ratu sejagad bagi dunianya. Lelaki yang pernah berkata akan terus memeluk dan menjaga aku bahkan ketika ia harus menggaruk kepalanya yang gatal oleh pikiran-pikiran “mengapa aku begitu mengasihi wanita aneh di hadapanku ini?”. 
Aku merindui lelaki yang pernah rela menyisihkan waktunya untuk sekadar membalas tatapanku yang tanpa kata-kata. Lelaki yang pernah ketika lelah sudah begitu ketat membelenggu masih tetap memilih menjalinkan jemari untuk saling menguatkan bahwa semua akan baik-baik saja.
Aku merindui lelaki yang pernah dengan begitu hebatnya mengisi perutku dengan jutaan kupu-kupu melalui ucapan, “Sleep tight, Honey. Don’t dream about me, dream about us.”
Aku merindu lelaki itu. Saat ini. Bukan sebagai masa lalu. Melainkan sebagai masa depan dalam wujud seorang sahabat.

Dan bulir-bulir air yang masih betah menghuni sudut mataku pagi ini Ed, percayalah, mereka bukan air yang membuat aku tenggelam pada genangan masa lalu. Tapi air yang membasuh semua prasangka buruk yang pernah melintas mengenai kita, menjadikan kedua pupil mataku lebih jernih melihat dunia. 

Ed, hari ini mataku begitu guyub. Jutaan air mata menari dalam kedua kelopaknya. Kesedihan dan kebahagiaan tumpah ruah dalam jalinan setiap titik. Aku bahagia, Ed, namun sekaligus sedih. Namun aku percaya, kesedihan ini bukanlah nestapa yang baka. Gerbang kebahagian begitu jelas menganga di depanku, Ed, dan tak lebih dari sejengkal langkahku menuju ke sana.

This is the day, Ed. This is probably the most important day of my life. Our life. Me and him. Pagi ini aku akan melangsungkan akad dengan lelakiku. Tanpa kuingatkan pasti kamu sudah tahu dari undangan yang kuselipkan di emailmu. 

Ed, aku ingin kamu tahu, perasaanku campur aduk saat ini. Ada kesedihan, kawatir, sekaligus kebahagiaan yang meledak-ledak. Aku sedih karena kamu tahu kan, Ayah dan Bunda telah menantikan saat ini cukup lama. Ah, mereka pasti akan menitikkan air mata, meski aku tahu itu adalah air mata bahagia. Aku juga kawatir, Ed, kawatir apakah aku akan mampu menjalin keluarga yang bahagia? Apakah aku akan sanggup menjadi istri dan ibu yang mumpuni bagi keluarga kecilku kelak? Aku sadar pernikahan adalah sebuah perjalanan luar biasa yang juga perlu persiapan yang tidak biasa-biasa saja. Lalu apakah aku akan bisa menghadapi semua yang terjadi sepanjang perjalanan kami nantinya? Ah, terlalu banyak bagaimana jika yang berkecamuk di benakku saat ini.

Tapi aku bahagia, Ed. Aku sangat bahagia. Karena aku yakin ada begitu banyak doa yang mengalir untukku, untuk kami hari ini dan seterusnya. Karena aku akhirnya memiliki seseorang dengan siapa aku bisa berbagi dukungan dalam menjalani babak kehidupan yang tidak sembarang ini. Ya, Ed, aku sangat sangat bahagia.

Dan aku pun ingin kamu bahagia, Ed. Karena demi cinta yang dihembuskan Tuhan dalam penciptaan setiap mahluk-Nya, kita semua berHAK bahagia. Bukankah?

Bandung dini hari
- soon a wife to be -

PS:
Resepsiku akan diselenggarakan seminggu lagi. Janjimu masih tetap sama, kan? Aku dan dia akan setia menunggu dan menyambut kedatanganmu. Dengan senyum dan pelukan tentunya. See you soon, BFF.


***
sekaligus penutup rangkain surat antara saya dan @dennyed