Thursday, February 24, 2011

MIND OF THE GIFTED1

HAO XUESHENG, gifted student at Stamford Institution Independent Secondary School

Woke up this morning at 6.00 am, and as usual, was filled with the urge to study.

So like I do every day, I propped my science textbook up against the bathroom cabinet as I brushed my teeth.

Occurred to me that because of this, I haven't seen my face in the past two years.

Intend to write a letter to the Ministry of Education urging them to print pictures of students in the margins of all textbooks so that this doesn't happen to future generations.

It's great to be a gifted kid, because you think of innovative solutions like this.

Ahmad drove me to school again today.

Reflected on the multi-racial society in which we live, and the progress of Malays in our society.

Isn't our country wonderful, that Ahmad gets to drive a luxury car everyday?

Clearly, we are a prosperous nation.

School was typical: Got top marks in Maths again. Most GEP kids are great in maths.

It's because we're intellectually gifted, you see. The maths problems are just so easy to us.

I wonder why other kids find it tough? Well, they have only themselves to blame! It's all so easy to become intellectually gifted at maths!

Just hire tuition teachers.

They must be cheap, because Daddy got me one for every subject.

Sometimes I think we're gifted because we have tuition teachers.

After all, despite what the school teaches us or says they want to teach us, we're ultimately graded on the basis of standardised tests, and it's the tuition teachers who drill us for that.

I think we should replace all the regular teachers with tuition teachers. I mean, why waste time? Let's just focus on what counts!

They say the GEP was set up so we faster kids don't get held back.

But I must admit, I feel held back even with the GEP. I guess I'm really light years ahead.

Maybe to slow things down, I'll ask my tuition teachers not to teach me so far ahead of my school, and also to ease up on the drilling a bit.

As it is, I can pass the 'O' Levels, but Dad said I should do it next year instead.

He said, "What's the rush? Enjoy your childhood. Anyway, you're already taking your SATs."

When Ahmad drove me back from school, I saw some kids running around in a field, kicking a spherical object.

It saddened me to think that even though they appeared to be my age, they were indulging in such primitive hobbies.

I mean, why aren't they splitting atoms like we GEP kids?

Surely their parents can afford particle accelerators too!

But I guess this is why we're gifted and they're not.

Sad, but true.

Monday, February 21, 2011

MENGGAGAS PENDIDIKAN BAGI SISWA CIBI


Pada September 2000, Pemerintah Indonesia, bersama-sama dengan 189 negara lain, berkumpul untuk menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York dan menandatangani Deklarasi Milenium. Deklarasi berisi sebagai komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Salah satu kesepakatan yang ditetapkan adalah komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 2015.

Memastikan bahwa setiap anak mendapatkan pendidikan dasar yang baik dan mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan kualifikasi yang menjadi bekal untuk meraih kesuksesan di masa depan adalah hak bagi setiap anak dan juga kewajiban Negara untuk meraih kesuksesan bagi negara dan masyarakat. Bagaimanapun, dewasa ini kita menghadapi tantangan baru. Proyeksi dari masa depan memperlihatkan tuntutan keterampilan yang lebih tinggi semakin meningkat, dimana orang yang memiliki skill yang rendah akan sulit mendapatkan pekerjaan, dan sebaliknya jika ia memiliki kualifikasi dan keterampilan yang baik. Perubahan lingkungan global akan mempersyaratkan kreativitas dan adaptibilitas yang tak terhingga. Tantangan bagi sistem pendidikan adalah jelas, bahwa pendidikan harus dipersiapkan bagi setiap anak agar mereka dapat sukses dalam hidup, mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman yang lebih luas yang mereka perlukan untuk menghadapi tantangan masa depan.


Friday, February 18, 2011

Why story telling?

Kegiatan story telling atau bercerita selain merupakan kegiatan yang menyenangkan bersama anak, juga dapat membawa banyak kebaikan, di antaranya adalah

  • Menumbuhkan minat baca dan cinta buku semenjak dini
  • Membangun imajinasi anak
  • Melatih anak menyimak dengan baik
  • Menciptakan perbendaharaan kata yang kaya
  • Membangun kemampuan berbahasa anak /komunikasi
  • Memahami nilai moral/sosial yang terkandung dalam cerita
  • Melatih perkembangan berpikir (Melalui pemahaman isi cerita/informasi yang diberikan)
  • Membuat dugaan melalui rangkaian cerita yang terjalin
Semua hal di atas akan sangat berguna bagi anak untuk melakukan proses berpikir, yaitu dalam melakukan analisa, verifikasi terhadap informasi/data, dan pengambilan kesimpulan untuk pemecahan masalah.

Kegiatan sebelum cerita---memilih buku cerita

  • Memilih key words atau kata kunci sebagai informasi bagi anak mengenai inti yang akan disampaikan
  • Pemilihan kata yang menarik, mudah dipahami oleh anak
  • Sampul depan haruslah atraktif untuk menggerakkan minat anak melihat lebih lanjut isi buku tersebut

Kegiatan selama bercerita
  • Gunakan gambar/benda (topeng, boneka, boneka tangan dll) agar kegiatan bercerita lebih menarik, menjaga fokus perhatian anak dan anak ikut terlibat dalam proses story telling tersebut.
  • Gunakan mime dan sound effect untuk membangun suasana. Selain membangun suasana, anak juga dapat belajar mengenai berbagai ekspresi melalui perubahan mimik, misalnya marah, sedih, senang, khawatir, dan lain lain.
  • Naming object. Lafalkan berbagai objek yang terdapat di dalam cerita sambil menunjukkan gambarnya. Bisa sertakan atribut warna, ukuran, fungsi dan perbedaan serta persamanaan antar objek.
  • Ajak mereka menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.Anak menjadi lebih bersemangat dan memiliki keterlibatan terhadap apa yang tersaji dalam cerita.
  • Doing something. Lakukan apa yang ada dalam buku agar anak lebih menghayati dan memahami proses yang terjadi. Lakukan gerakan binatang yang ada di buku, selain anak mengetahui apa yang bisa dilakukan oleh binatang tersebut, mereka juga semakin aware dengan apa yang daqpat dilakukan oleh anggota tubuh mereka sendiri, melatih koordinasi, lateralisasi, keseimbangan, dan juga body image.
  • Mengulang kata dari cerita untuk menambah perbendaharaan kata si anak. Sertakan pula deskripsi kata tersebut agar anak lebih memahami maknanya.

Kegiatan setelah bercerita/review---Lakukan untuk melihat sejauh mana anak memahami cerita.
  • Tanya jawab benar atau salah (true or false).
  • Menggambar
  • Menceritakan kembali/review
  • Membuat pertanyaan dari bahan yang telah dibaca untuk kajian selanjutnya.
SELAMAT BERCERITA

SEKILAS TENTANG DISLEKSIA


Disleksia adalah gangguan perkembangan berupa kesulitan dalam perolehan bahasa-tertulis atau membaca dan menulis. Anak yang menderita disleksia memiliki kemampuan yang sama dengan anak normal lainnya, hanya dia memiliki kesulitan dalam membaca. Penyebabnya adalah gangguan dalam asosiasi daya ingat dan pemrosesan di sentral yang semuanya adalah gangguan fungsi otak. Pada gangguan ini tidak disebabkan karena gangguan fungsi panca indera, kekurangan pengajaran, pengabaian emosional atau kekurangan motivasi. Yang sering terjadi adalah GANGGUAN MENULIS EKPRESIF. Kondisi ini ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk membuat suatu komposisi tulisan dalam bentuk teks, dan keadaan ini tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak seusianya. Gejala utamanya ialah adanya kesalahan dalam mengeja kata-kata, kesalahan tata bahasa, kesalahan tanda baca, paragraf dan tulisan tangan yang sangat buruk.

Ketika seseorang sedang membaca surat atau buku, sebenarnya dia sedang melakukan beberapa langkah berikut:
1. membaca cepat (scanning) huruf demi huruf yang menyusun kalimat yang ada dalam tulisan tersebut dengan urutan yang benar,yaitu dari kiri ke kanan
2. memindahkan huruf-huruf tersebut ke dalam otak dalam waktu yang singkat
3. mengenali pengelompokan huruf-huruf yang berbeda yang membentuk satu kata tertentu (hal ini melibatkan identifikasi terhadap masing-masing huruf), dengan berbagai macam bentuk font atau model tulisan tangan yang ada
4. membandingkan pengelompokan dengan cara seperti di atas dengan kata-kata yang sudah dikenali yang tersimpan dalam memori otak untuk mengenali bunyi dan arti kata-kata tersebut secara keseluruhan
5. mengingat arti kata-kata tersebut dan menghubungkannya dengan kata-kata pada kalimat berikutnya untuk memahami seluruh isi tulisan, menyelesaikan seluruh proses tersebut dalam hitungan detik, seiring dengan perpindahan pandangan mata yang beranjak dari kalimat satu ke kalimat-kalimat berikutnya.
Proses di atas adalah proses yang dilakukan seseorang (yang normal) dalam membaca. Namun, jika ada salah satu saja proses atau langkah di atas yang terlewati, seseorang akan mengalami kesulitan dalam membaca. Bagi para penderita disleksia, masalah utama dalam membaca terletak pada menghubungkan antara kumpulan huruf dalam sebuah tulisan dengan katakata yang hanya mereka ketahui melalui pengucapannya. Penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan untuk membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indra pendengarannya, namun ketika harus menuliskannya pada selembar kertas, mereka mengalami kesulitan harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang diinginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang secara akurat.

Ada dua komponen penting dalam proses membaca, yaitu “decoding” dan “comprehension”. Pada disleksia, hanya “decoding” yang mengalami gangguan sedangkan f ungsi kognisi yang lebih “tinggi” yang berhubungan dengan “comprehension” misalnya reasoning, kosa kata dan intelegensi secara umum tidak mengalami gangguan

Kekurangan anak disleksia dalam membaca, yakni Membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin atas apa yang ia ucapkan, menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak dari satu teks ke teks berikutnya, melewatkan beberapa suku kata, kata, frasa atau bahkan baris-baris dalam teks yang dibaca, menambahkan katakata atau frasa-frasa yang tidak ada dalam teks yang dibaca, membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf-huruf lain, salah melafalkan kata-kata yang sedang dia baca,walaupun kata-kata tersebut sudah akrab,mengganti satu kata dengan kata lainnya,sekalipun kata yang diganti tidak memiliki arti yang penting dalam teks yang dibaca, membuat kata-kata sendiri yang tidak memiliki arti, mengabaikan tandatanda baca.

Ketika belajar menulis, anak disleksia akan melakukan hal-hal berikut, yakni menuliskan huruf-huruf dengan urutan yang salah dalam sebuah kata, tidak menuliskan sejumlah huruf-huruf dalam kata-kata yang ingin ia tulis, menambahkan huruf-huruf pada kata-kata yang ia tulis, mengganti satu huruf dengan huruf lainnya, sekalipun bunyi huruf- huruf tersebut tidak sama, menuliskan sederetan huruf yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan bunyi kata-kata yang ingin dia tuliskan, mengabaikan tanda-tanda baca yang terdapat dalam teks-teks yang sedang ia baca. Apabila seorang anak tidak bisa membaca, belum tentu dia mengidap disleksia.

Walaupun gangguan yang terjadi pada sebagian otak sudah tidak dapat diperbaiki lagi, tetapi masih ada bagian otak lain yang masih dapat dirangsang untuk dapat berfungsi optimal. Oleh karena itu pemberian terapi haruslah sedini dan seoptimal mungkin, sehingga anak diharapkan dapat mengejar apa yang menjadi kekurangannya selama ini. Melalui penelitian prognosa disleksia menetap sampai dewasa. Disleksia yang nampak seperti “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah karena disleksia nya sembuh melainkan karena individu tersebut sudah berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan akibat disleksia nya tersebut

Terapi untuk anak yang mengidap disleksia yang selama ini telah terbukti keberhasilannya adalah remedial educational approach dan phonic lessons. Remedial yaitu bimbingan langsung oleh guru yang terlatih dalam mengatasi kesulitan belajar anak. Sangat efektif terutama pada anak yang dikenali di usia prasekolah. Teknik pengajaran yang menekankan pada phonological awareness. Guru remedial ini akan menyusun suatu metoda pengajaran yang sesuai bagi setiap anak. Mereka juga melatih anak untuk dapat belajar dengan baik dengan tehnik-tehnik pembelajaran tertentu (sesuai dengan jenis kesulitan belajar yang dihadapi anak) yang sangat bermanfaat bagi anak dengan kesulitan belajar. Sehingga penting untuk mengetahui rancangan program remedial yang sesuai yang bisa mengakomodasi kebutuhan anak.

PENGEMBANGAN KARAKTER SEMENJAK DINI UNTUK MEWUJUDKAN ETIKA PRIBADI DAN SOSIAL


Tentu saja, sudah kerap kita dengar pernyataan bahwa manusia adalah mahluk sosial, namun begitu apakah setiap manusia tahu bagaimana sebaiknya hidup dalam suatu masyarakat? Ada pepatah bahwa kita bisa ‘memindahkan’ manusia dari suatu masyarakat, namun tidak sebaliknya. Sebagai individu pribadi tentu masing-masing dari kita memiliki dorongan kebutuhan, motivasi tertentu yang harus dipenuhi dalam kehidupan. Untuk bisa berhasil mencapai tujuan, ada 3 hal yang harus ditegakkan, yaitu :
§ keep action: jika kita memiliki tujuan, maka kita harus ada aksi sebagai suatu usaha mencapainya. Jadilah individu yang tidak hanya aktif, namun juga proaktif.
§ never give up: masalah atau hambatan akan selalu ada dalam proses kita mencapai tujuan. Yang membedakan antara individu yang ‘berhasil’ dan yang ‘tidak’ adalah upaya untuk terus berusaha dan mengatasi hambatan tersebut.
§ be flexible: setiap hal memiliki dinamika prosesnya tersendiri, oleh karena itu kita tidak bisa selalu menerapkan pola yang kaku. Jadilah individu yang fleksibel pada berbagai situasi.

Selain itu, ada hal-hal penting yang juga disoroti dalam rangka pengembangan diri menjadi individu yang berhasil, yaitu:
§ Berlatih menjadi individu yang kreatif.
§ Lakukan kategorisasi.
§ Belajar mengenai filsafat hidup.
§ Internal Locus of control

Agar kita berhasil dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, ada sikap atau manner tertentu yang harus kita miliki. Kita sadar mengenai masyarakat atau kehidupan sosial, namun terkadang ada beberapa dari kita yang tidak awas atau tidak perduli terhadap etika sosial yang ada, terutama yang tidak tertulis. Mengapa ada perbedaan? Apakah ini berhubungan dengan kultur sosial ? Apakah karena kultur sosial yang berbeda maka tidak semua individu menyadari etika sosial dengan cara yang sama? Padahal ada prinsip-prinsip dasar kehidupan yang harus kita tegakkan di kehidupan sosial manapun kita berada, yaitu:
1. Etika, yang merupakan dasar kehidupan sehari-hari.
2. Kejujuran dan integritas.
3. Tanggung jawab.
4. Hormat pada aturan dan norma masyarakat.
5. Hormat pada hak orang lain.
6. Cinta pada pekerjaan.
7. Berusaha keras untuk menabung dan invstasi.
8. Mau kerja keras (dan kerja cerdas – tambahan penulis)
9. dan Tepat waktu.

Jelas etika menempati urutan pertama pada prinsip dasar kehidupan karena ia merupakan dasar kehidupan kita sehari-hari, tidak perduli apapun ras, profesi, dan budaya sosial kita. Namun mengapa tampaknya sulit untuk direalisasikan suatu etika sosial yang konsisten? Jelas sekali bahwa etika sosial yang konsisten diwujudkan oleh masyarakat yang ber-etika dengan pilar utamanya adalah etika yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Bagaimana menerapkan etika yang konsisten? Kembali lagi kita akan bersingunggan dengan karakter. Karakter yang kuat dari masing-masing pribadi akan menguatkan penerapan etika dalam kehidupan sebagai mahluk sosial. Pengembangan karakter ini sejogyanya dilakukan semenjak dini, terutama melalui pendidikan karakter baik di rumah maupun institusi formal seperti sekolah. Di sinilah seorang psikolog anak dan pendidikan diperlukan, bagaimana merancang suatu proses pengembangan karakter anak dalam kegiatan yang terintegrasi.

Menurut pandangan penulis, proses pengembangan karakter tidak bisa terlepas dari proses yang terjadi dalam diri (pemahaman dan motivasi); serta lingkungan (konsekuensi, lingkungan yang konsisten dan persisten, serta model). Jika dikaitkan dengan prinsip-prinsip dasar kehidupan, ada beberapa karakter yang bisa dikembangkan semenjak dini, diantaranya yaitu:
  1. Minat mencari tahu
  2. Percaya diri
  3. Antusias
  4. Mandiri
  5. Tanggung jawab
  6. Inisiatif
  7. Menghargai dan menghormati
  8. Empati
  9. Toleransi
  10. Beriman kepada Tuhan
  11. Kejujuran

Sebaiknya karakter yang akan dikembangkan tersebut dikemas dalam kegiatan sehari-hari, dimana kegiatan dirancang sedemikian rupa dengan memasukkan nilai-nilai tersebut. Proses yang terjadi mungkin tidak disadari oleh anak, namun dengan pengenalan dan memberikan definisi/penjelasan diharapkan anak menjadi terbiasa dan berproses dalam kehidupan mereka.

§ Kognitif : Definisi karakter A à cerita buku, nonton film, bermain peran, lagu karakter, games karakter.
§ Psikomotorik : Memberikan stimulasi dg harapan karakter A akan muncul
§ Afektif : Lakukan pembahasan kembali mengenai seberapa banyak anak bisa mendapat manfaat dari perilaku karakter A à beri apresiasi dari perkembangan karakter A pada anak. Anak bisa diarahkan untuk mengapresiasi perilakunya sendiri.

Sejalan dengan proses pengembangan karakter, anak pun bisa diajak untuk mempelajari prinsip-prinsip etika sosial dalam kehidupan bermasyarakat, dimulai dari sekolah, misalnya:
1. Berbagi
Berikan penjelasan kepada anak bahwa kita adalah makhluk hidup yang merupakan masyarakat yang bersimbiosis. Imbasnya, kita perlu untuk berbagi. Inilah prinsip sosial pertama yang perlu dipelajari. Namun begitu, ingatkan untuk berbagi sesuai dengan porsinya dan lakukan secara timbal balik, langsung maupun tidak.
2. Pujian / Apresiasi
Ajak anak untuk melakukan apresiasi terhadap bakat atau capaian orang lain.
3. Partisipasi
Partisispasi bisa dimulai dari masyarakat maupun dalam level nasional dan global. Ajarkan anak untuk berpartisipasi sesuai dengan bidang atau kemampuannya. Etika sosial menuntut kita untuk melakukan usaha kolektif dalam mencapai tujuan bersama. Diharapkan setelah dewasa, ia bisa menyadari hak dan kewajibannya sebagai warna negara untuk berpartisipasi secara aktif.
4. Asertif
Ajak anak untuk berani mengungkapkan pendapat dan mempertahankan hak mereka jika mereka berada dalam jalur yang memang benar. Disinilah anak belajar memupuk integritas mereka, bahwa apa yang mereka ucapkan dan lakukan adalah dua hal yang sejalan.
5. Penerimaan
Semejak dini, anak belajar untuk menerima dan tidak melakukan komplain terus menerus terhadap keadaan. Jika keadaan tidak sesuai dengan harapan, ajarkan anak untuk melakukan hal-hal yang bisa membuat situasi sosial berubah menjadi lebih baik, sekecil apapun itu.

Memang isu etika sosial ini adalah subyek yang kompleks, dan proses yang cukup panjang untuk membangun pribadi dan masyarakat yang beretika secara konsisten. Namun diharapkan, dengan kesadaran akan pentingnya pengembangan semenjak dini, ini bukanlah hal yang mustahil bagi masyarakat kita. Sehingga suatu hari nanti akan terwujud negara Indonesia yang beretika sama seperti halnya negara maju lainnya di dunia.