Wednesday, May 9, 2012

LAMPION : SAAT HARAPAN TERBANG SETINGGI LANGIT


Akhir minggu kemarin akhirnya pikiran saya benar-benar teracuni perayaan Waisak di Borobudur. Iya, pikiran yang sudah tercemar itu akhirnya melewati ambang batas kadar polusi juga. Berawal dari bujukan seorang teman yang mengajak mengunjungi Yogyakarta, kemudian dilapisi dengan rencana beberapa orang lainnya yang kebetulan ingin pula pergi ke sana. Akhirnya jadilah kami, sekira 16 orang, yang berasal dari daerah yang berbeda berkumpul di kota Gudeg untuk melewati perayaan Waisak bersama. 

Perayaan Waisak tahun 2556 berlangsung selama 4 hari. Di mulai dari Pindapata, Pengambilan air, Pengambilan api dan di tutup dengan Upacara di Candi Borobudur dengan penerbangan lampion sebagai acara puncaknya.  Nah, upacara penutupan di candi Borobudur, terutama festival Lampion, inilah yang benar-benar kami tunggu. Pada awalnya, kami berencana mengikuti prosesi sejak di Candi Mendut. Namun dengan beberapa pertimbangan, salah satunya ingin menjaga kekhusukan ibadah/meditasi umat Budha disana, maka kami memutuskan untuk langsung menuju Borobudur. Di sana kami menunggu kedatangan rombongan. Saat akhirnya mereka tiba, entah mengapa rasa haru tiba-tiba menyeruak. Semua terasa begitu agung. Di bawah guyuran hujan, sekitar 160 bikhu dan jemaat lainnya yang berasal dari berbagai aliran Budha melakukan pawai sekira 3 km dari candi Mendut ke Borobudur sebagai bagian dari prosesi Waisak. Bahkan bikhu yang berasal dari Thailand,Nepal, dan Bhutan pun ada. Barisan bikhu dan bikhuni serta umat Budha terlihat berjalan dengan mengucap doa. Mereka berjalan sembari membawa bunga sedap malam. Bahkan, untuk memeriahkan prosesi tersebut, beberapa kesenian tradisional, seperti topeng ireng dan Reog Ponorogo juga ikut serta.
Prosesi puncak dilakukan di candi Borobudur sekira lepas jam 18.00 WIB. Dimulai dengan acara Pradaksina dan akhirnya pelepasan lampion. Saya, teman-teman, dan ribuan orang lainnya bergabung dengan umat Budha  menyimak rangkaian doa dan ceramah. Meskipun sejujurnya saya tidak mengerti dan lebh banyak terkantuk-kantuk. Sekira pukul 22.00, WIB ritual doa dan ceramah berakhir. Bulan yang tadinya malu-malu tertutup awan, tiba-tiba muncul dengan bentuk yang bulat. Ya, fullmoon over Borobudur temple. And it was beautiful. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi mengelilingi bagian luar candi Borobudur sebanyak 3 kali. Kami tentu saja ingin sekali ikut serta. Setelah berjuang mendapatkan lampion dan lilin, bersama-sama kami mengikuti rombongan memasuki kawasan candi yang dijaga ketat. Beruntung, karena setelah kami masuk, akses masuk ditutup untuk menjaga kekhusukkan prosesi. Membawa lilin sebagai penerangan, dengan tertib kami mengikuti rombongan. Terus terang, kembali bulu kuduk saya berdiri. Suasana syahdu terasa kental, terlebih diiringi dengan kidung doa. Kami hanya mengelilingi candi sebanyak satu kali, lalu meletakkan lilin di atas semacam alas yang dibentangkan di tanah. Jangan salah sangka, yang saya lakukan tidak lebih dari menghormati prosesi yang sedang terjadi. Meskipun rasa takjub terbentuk dari magisnya suasana yang terbangun.

full moon over Borobudur Temple

Akhirnya, acara pelepasan lampion tiba, diawali dengan pelepasan lampion oleh para bikhu di altar. Saat lampion pertama diterbangkan, semua kepala mendongak ke arah langit dan seperti dikomando, bersorak. Gaduh yang mencampurkan perasaan senang dan haru. Langit yang gelap semerta disinari oleh lampion yang semakin membumbung tinggi. Itu adalah harapan. Yang bisa menerangi bahkan keadaan yang tergelap sekalipun. Filosofis. 

Setelah pelepasan lampion oleh para bikhu utama, kami dipersilahkan untuk menyalakan lampion kami masing-masing. Kelompok kami memiliki 4 lampion yang bergantian kami terbangkan. Semua terlihat tampak mudah, kita hanya perlu membakar bantalan dan kemudian lampion akan terbang. Tapi apakah benar semudah itu? Saat sumbu lampion pertama dibakar, sempat khawatir apakah lampion kami akan berhasil terbang tinggi? Pada kenyataannya tidak. Semua butuh perencanaan. Ya, lampion sebagai lambang harapan harus diterbangkan dengan proses penuh pertimbangan. Kami harus memastikan bahwa api yang membakar bantalan lampion cukup menjadi bahan bakar, tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar. Kertas lampion harus benar-benar dikembangkan agar bisa membumbung dengan sempurna. Bahkan waktu untuk melepaskan lampion pun harus diperthitungkan. Sama seperti harapan. Ia butuh bahan bakar yang mampu menyulut semangat, perencanaan yang matang, dan timing yang tepat. Dan kunci utama, jangan ragu saat akan menerbangkannya. 

Lampion pertama kami berhasil membumbung tinggi, dilanjutkan dengan lampion kedua dan ketiga. Saya tetap merasakan sensasi yang sama. Saya rasa semua yang ada di situ pun begitu. Kami kembali menjadi kanak-kanak yang berbahagia, penuh semangat, bahu membahu untuk saling mendukung dalam menerbangkan harapan. Saling berdoa dan mengaminkan. Sungguh benar-benar suasana kebersamaan yang hangat. 

Tiba pada lampion terakhir. Lampion yang ditulisi harapan dari seorang teman yang juga mewakili harapan kami semua. "Bahagia Tanpa Jeda. Tuhan, Berikan Aku Kekuatan Untuk Melihat Cahaya Kembali." Sebisa mungkin kami semua memegang pinggir lampion, sebagian mengabadikan, dan sebagian membantu proses pembakaran. Ini lampion kami semua. Ini adalah lambang harapan kami semua. Bahagia tanpa jeda. Meski kami tahu bahwa itu adalah harapan yang tampak sempurna, tapi intinya kami berharap kami masih tetap memetik makna positif dari setiap proses yang kami lalui dan apapun situasi yang akan kami hadapi. Sambil menunggu proses pembakaran, kami semua mengambil waktu untuk berdoa. Begitu pula saya. Doa kebahagiaan orangtua yang utama, dan doa lainnya. Terus terang, saat bersama-sama mengucapkan, “Amin,” rasanya ingin menangis bahagia. Ini mengharukan.

Entah kenapa untuk lampion terakhir ini kekhawatiran lebih besar. Rasanya ia belum siap diterbangkan. Kami bersama-sama berusaha memperbaiki bentuk lampion yang tampak belum sepenuhnya terisi udara. Begitu akhirnya lampion terbang, kekhawatiran semakin tebal. Ia tidak terbang ke atas, melainkan ke samping kearah pohon di sisi kanan. Ia tidak bergabung dengan lampion lainnya. Apakah ia akan menabrak pohon dan terbakar? Apakah perjalanannya menerangi langit hanya sesaat saja? Kami sama-sama berharap ia dapat terbang lebih tinggi.
Serentak kami bersorak. Sesaat sebelum menabrak pohon, lampion kami tiba-tiba membumbung tinggi ke langit. Seperti mendapatkan energi tambahan yang entah datang dari mana. Seperti ia tahu bahwa pohon itu adalah hambatan yang harus ia lalui agar bisa bertahan. Seperti ia tahu bahwa usahanya harus lebih ditingkatkan agar bisa kembali mengarungi langit. Dan kami semua bersorak, karena akhirnya lampion kami menjadi lampion paling terang yang ada di langit. Ia terbang semakin tinggi, tinggi, dan tinggi. Membawa harapan kami semua. Tanpa kami tahu kapan dan di mana lampion itu akan mati dan terjatuh. Tanpa tahu siapa yang akan menemukan harapan kami yang tertulis di kertas lampion tersebut.

Ya, ini adalah bahagia kami semua. Bahagia tanpa jeda. 

Our lampion, the brightest in the sky

Tonight we are so young
So let’s set te sky on fire
We can go brighter than the sun

Terima kasih teman-teman:
@lionychan - Alfa the magnificent driver - @omemdisini - @oppsyshanty - @MungareMike - @naminadini - @SutradaraTop - @JiaEffendie - @agastiazirtaf - @mmychaan - @tyazmaniandevil - @__aih – Nunu – @ukakuiki - @ellavaniea  - @rairahmanindra 

2 comments:

  1. Halo salam kenal,
    wahh seru sekali pengalamannya,
    oy boleh tau gak, hari pelepasan lampion itu tanggal berapa ya? trus lampionnya bawa sendiri apa disediakan disana? terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Yunika. Salam kenal juga. Tahun kemarin sih kalau tidak salah tanggal6 Mei 2012, hari Minggu. Lampion disediakan di sana, tapi terbatas. Kalau nggak kebagian, kita bisa beli sekalian dengan lilinnya. Lampionnya cukup besar ukurannya, harganya kalau tdk salah 100rb. Lilinnya 20rb. Tapi bisa barengan dengan teman-teman. Berencana ke sana tahun ini? Semoga bisa ketemu ya di Borobudur. :)

      Delete