Wednesday, February 12, 2014

Sekeping Doa Dalam Senja Yang Lembayung



Selamat senja, Ed yang baik

Senang rasanya mendapat kabar kamu sudah di London. Kamu sudah bertemu siapa saja? Mr Bean? Prince William, atau David Beckham? Haha, tak peduli seberapa mengesalkannya aku, kamu memang tidak benar-benar bisa ngambek, ya? Paling-paling kamu hanya mengernyit, menghempaskan tubuh ke sandaran kursi, dan menyalakan sebatang rokok, menghisapnya dalam-dalam. Diammu tidak pernah lama. Kamu akan kembali luluh dan tersenyum saat aku merajuk dan mengacak-acak rambutmu.

Ah, aku benar-benar rindu mengacak rambutmu yang tebal itu. Bahkan aku rindu mendengarmu berbicara bahasa Inggris dengan aksen sok British. Sejujurnya aku suka mendengarnya, Ed. Lupakan saja bahwa aku pernah mengatakannya lebih mirip aksen Madura. Mendengarmu, aku berasa sedang didendangkan sebuah lagu. Percayalah bahwa ini aku tulis dengan kejujuran tingkat tinggi.  

Ed, entah mengapa membaca suratmu kali ini aku mendadak mellow. Mungkin karena kondisi kesehatanku sedang menurun. Mungkin karena gerbang menjalani hidup baru semakin jelas di pelupuk mata. Atau mungkin karena aku merindui kamu saat ini, sesederhana itu. Biasanya saat suasana hatiku sedang tidak baik, kamu akan menggenggam jemariku yang mungil dengan kedua telapak tanganmu yang besar. Cukup seperti itu, tanpa berkata-kata. Dan anehnya aku akan merasa tenang, jauh lebih tenang.

Sejujurnya, banyak yang berubah dariku semenjak kepergianmu, Ed. Aku belajar untuk sedikit demi sedikit mengikis kerasnya kepalaku. Aku juga tidak lagi mudah merajuk jika ada hal yang mengganggu kenyamanan hatiku. Aku berusaha keras menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Kamu banyak memberi pelajaran yang begitu berharga, Ed. Dan aku tidak mau kehilangan lelaki luar biasa untuk kedua kalinya.

Ed, sementara kamu menikmati earl-grey tea, simple capuccino, dan sebuah English Muffin dalam kesendirian, aku sedang menikmati susu beruang dengan jemari yang tergenggam. Olehnya, Ed. Oleh dia yang serupa denganmu dalam hal menakjubkan. 

Dan Ed, kali ini aku berdoa dalam balutan senja yang lembayung. Semoga kabar bahagia segera aku dapatkan darimu. Karena sejauh apapun kamu bertualang, ada saatnya kamu harus pulang. Kepada seseorang yang merinduimu. Kepada dia, rumahmu. Dan saat itu tiba, aku akan berada di belakangmu, Ed. Di belakangmu yang sedang menggenggam tangannya, erat.

Bandung, 12 Februari 2014

PS:
Lalu aku teringat peristiwa kita berebut satu muffin bersisa di sebuah senja di sudut cafe Braga. Dan lagi-lagi kamu membiarkan aku menang. Tapi aku membagimu setengahnya, ya kan? :)

***
balasan dari  http://dennyed.blogspot.com/2014/02/english-muffin-dan-setumpuk-tentangmu.html





No comments:

Post a Comment