Friday, January 25, 2013

Bangunkan Aku Pukul Tujuh



mariey.deviantart.com

cerita sebelumnya

JHON
Senin, 26 Nopember 2012
Di era digital seperti ini, tak sulit mencari informasi tentangnya. Evran Prayoga. Selesai mengetikkan namanya di kolom pencarian, deretan informasi bermunculan, termasuk fotonya. Darlene memang berbakat, harus aku akui wajah asli Evran dan gambar Darlene memiliki banyak kemiripan.
Aku membuka akun LinkedIn miliknya. Lelaki ini bukan orang sembarangan. Pengalaman kerja dan posisinya patut diperhitungkan. 
Dammit, Jhon. Tentu saja lelaki luar biasa untuk wanita luar biasa.
Ingin kusudahi saja rasanya. Semakin banyak mengetahui informasi tentang Evran membuatku semakin iri dengan pria itu. Tapi kesadaran bahwa aku belum mendapatkan informasi tentang Darlene membuatku tetap bertahan. Kutelusuri satu persatu nama dalam jaringan Evran.
That’s her! Aku mengenali wajah cantik itu. Darlene Marthahidayat. Master of Law Monash University. Well well, lawyer yang berbakat jadi artis. Damn cool.
Ok, take a breath Jhon. You have to do this. Darlene pasti saat ini kebingungan mencari buku sketsanya. Argghh!!! Entah kenapa tiba-tiba aku menyesal telah membawa buku itu dan tidak menitipkannya di kafe.
Aku menekan beberapa angka di layar ponselku. Menelepon seseorang tak pernah sesulit ini.

--
Jadi, di sinilah aku sekarang. Siapa bilang hari Senin itu menyebalkan? Buktinya Darlene sepakat bertemu denganku selepas Maghrib di kafe yang terletak di jalan Riau ini. Aku tersenyum getir. Satu-satunya yang menyebalkan adalah kenyataan bahwa wanita yang sekarang duduk di depanku ini sudah memiliki kekasih. 
“Terima kasih, Jhon. Sekali lagi aku telah merepotkan.”
“Merepotkan apanya? Tidak kok. Hanya jangan tanya bagaimana aku bisa menghubungi kamu.” Aku melirik sampul buku sketsa.
Darlene tersenyum. Kecut. Aku merasa aku sudah melakukan kesalahan. 
“Ehm… Sudah lama menekuni gambar?”
“Ah, sekadar hobi. Menurutkmu menggambar adalah salah satu pelarian manis dari rutinitas. Semua orang butuh itu bukan untuk tetap waras?”
Aku mengangguk.
“Kamu sendiri?”
“Aku juga senang menggambar. Tapi lebih ke gambar teknik. Tuntutan pekerjaan soalnya.”
“Kamu…”
“Arsitek.”
“Wow!!!”
“Wow?”
“Yes, wow. Aku selalu menyukai arsitektur. Bahkan sewaktu kecil aku bercita-cita menjadi arsitek atau desainer interior. Tapi Jhon Grisham berhasil membelokkannya. Jadi nyemplung di Hukum.”
Percakapan kami terhenti. Ponsel Darlene berbunyi. Pesan. Dia membaca dengan dahi berkerut. Entah mengapa, sepertinya dia sedih. Cukup lama matanya terpaku pada layar ponsel. Syukurlah pramusaji datang membawakan Cheese Roll Pancake, Kim's Green Sausage Spaghetti, Blueberry Lemonade, dan Guava Lemonade. Aku tak perlu merasa kikuk terdiam menunggunya.
Sambil menyesap Guava Lemonade, iseng aku membuka aplikasi twitter dan menulis twit.
RestlessJ So, here I am sitting in front of her. Kindda an awkward moment. But hey, she’s a lawyer into architect too. Surprise..surprise
Lalu mataku tertumbuk pada satu twit sebelumnya.
SecretDarling Get my sketch book back, dear. But sorry, can not reach you right now.
No! Ini tidak mungkin. Dadaku berdebar kencang. Aku mengangkat kepalaku dan memandang ke kursi depan. Darlene sedang memandangku dengan pandangan menyelidik.
Ponselku berbunyi, notifikasi twitter.
@RestlessJ Is that you Jhon?
Sebisa mungkin aku menahan tanganku yang memegang ponsel untuk tidak gemetar. Aku melirik jam di pergelangan tanganku. Kepalaku tertunduk. Entah harus merasa senang atau sedih dengan kenyataan ini. Mendadak aku ingin tertidur dan berharap ini mimpi.
Seseorang, tolong bangunkan aku pukul tujuh.
--
Sabtu, 1 Desember 2012

Bangunkan aku pukul tujuh.
Pesan dari Darlene masih mampu membuat aku tersenyum. Kejadian di kafe seminggu lalu sempat membuatku berpikir bahwa hubungan pertemanku dengannya di twitter menjadi renggang. Ternyata tidak. Darlene justru terlihat gembira mengetahui aku adalah teman baiknya di dunia maya.
“So, when can I see your masterpiece?” Darlene bertanya smabil menikmati Cheese Roll Pancake pesanannya.
“What masterpiece?” Aku  tertawa. “Sabtu? Kamu bisa membawa kamera. Mungkin saja ada objek yang menarik.”
Darlene mengangguk. “Setuju. Sekalian cuti sakit hati.” Lalu di tertawa.
Aku pun tersenyum. Sampai saat ini. 
Aku menekan nomornya. Lama tak ada jawaban. Saat aku hampir menutup, terdengar suara Darlene.
“Hallo…” Seperti orang kesakitan.
“Hei, are you okay? Aku ganggu nih?”
 
“Hai Jhon. Nggak, tadi papa. Semalam aku jatuh dari kasur.”
“Terus?”
“Terus benjol.”
“Ya ampun. Istirahat gih. Kalau masih pusing, kita bisa tunda kapan-kapan.”
“Enggak, Jhon. Aku nggak papa. Jam delapan?”
“Serius? Oke, aku jemput jam delapan.” 
Aku menutup telepon. Tugasku membangunkannya pukul tujuh sudah terlaksana. Tugas berikutnya menunggu. Menaklukkan hatinya.

--
_bersambung_ 

No comments:

Post a Comment